Ah, Valentine Day, hari di mana orang-orang dengan gagah berani menyatakan kasih sayang mereka, atau setidaknya begitu yang mereka klaim. Setiap tahun, tepat pada tanggal 14 Februari, kaum muda bersiap-siap merayakan hari kasih sayang, namun, seolah-olah ini adalah satu-satunya hari dalam setahun di mana cinta boleh diutarakan.
Namun, tentu saja, seperti setiap hal yang manis dalam hidup ini, Valentine Day pun tak luput dari sorotan tajam para kontrarian. Mereka yang berani mengangkat suara melawan hari kasih sayang, mengatakan bahwa sebenarnya setiap hari adalah hari kasih sayang. Sungguh, kita hanya perlu menyuarakan kasih sayang kita ketika pedagang bunga dan cokelat memberikan tanda diskon.
Baca juga: Presiden Jokowi Terancam Impeachment: Analisis 3 Faktor Kontroversial
Bagaimanapun juga, mari kita membongkar kotak cokelat dan menggali lebih dalam tentang sejarah gelap yang mungkin tidak diketahui banyak orang di balik balutan manis Valentine Day ini.
Kisah dimulai dengan sosok Valentine, seorang pendeta Romawi pada abad ketiga masehi. Katanya, dia punya hobi diam-diam menikahkan setiap pasangan kekasih. Sungguh tindakan yang cukup kontroversial, mengingat Kaisar Romawi Cladius II melarang keras pria untuk menikah. Menurut sang Kaisar, prajurit yang lajang lebih baik dan kuat, tanpa beban cinta dan pertengkaran domestik.
Baca juga: Optimalkan Kualitas Pembelajaran dengan Pengelolaan Kinerja pada PMM
Namun, Valentine tidak gentar menghadapi aturan Kaisar. Ia melanggar perintah dengan semangat pemberontak yang luar biasa. Tentu saja, hal ini membuat sang Kaisar sangat tidak senang. Sebuah kisah romantis dengan sentuhan pemberontakan, cukup klise untuk membuatnya layak diangkat menjadi film Hollywood.
Tetapi, bukan Valentine namanya jika tak ada drama lebih lanjut. Akhirnya, sang pendeta dijebloskan ke dalam penjara dan dihukum mati. Alasannya? Menikahkan pasangan-pasangan muda. Entahlah, sepertinya Kaisar lebih suka melihat para prajuritnya sibuk dengan latihan pedang daripada berduaan dengan pasangan masing-masing.
Baca juga: Beasiswa LPDP 2024: Kepo Banget Buat Kamu yang Mau Jadi Bos Besok!
Namun, kisah tragis Valentine belum selesai sampai di situ. Sebelum menghadapi hukuman mati, dia justru mendapatkan kesempatan untuk merawat sesama tahanan dan bahkan menyembuhkan kebutaan seorang putri sipir. Dan, tentu saja, dia memberikan surat cinta kepada putri sipir tersebut pada tanggal yang sama dengan eksekusi matinya, 14 Februari, tahun 270 M.
Seabad berlalu, pada abad kelima Masehi, Paus Roma Gelasius memutuskan untuk memberikan sentuhan dramatis pada kisah Valentine. Tanggal 14 Februari resmi ditetapkan sebagai Hari Valentine. Sebuah hari yang kemudian dihubungkan dengan kasih sayang, sehingga manusia modern bisa merayakannya dengan memberikan hadiah mahal dan makan malam romantis.
Baca juga: Mengganti Puasa Ramadhan: Niat dan Persiapan yang Perlu Diperhatikan
Jadi, apakah kita seharusnya merayakan hari yang dipenuhi dengan drama dan kisah cinta tragis ini? Ataukah kita seharusnya merenung, mengenang keberanian seorang pendeta yang rela dihukum mati demi menyatukan pasangan yang sedang jatuh cinta?
Mungkin, sebaiknya kita tetap bersikap realistis dan menyadari bahwa meskipun kisah cinta Valentine dramatis, kita masih hidup di dunia nyata. Jadi, sebelum menghujani pasangan dengan hadiah mahal, mari kita ambil waktu sejenak untuk merenung, apakah kita benar-benar menghargai dan menyatakan kasih sayang sepanjang tahun, bukan hanya saat bunga melambai di etalase toko.
Baca juga: Real Madrid Hancurkan Barcelona 4-1 di Final Piala Super Spanyol