Revolusi Industri 4.0, dan Society 5.0 dapat berpengaruh pada perubahan orientasi dan cara hidup dalam semua aspek kehidupan, termasuk bidang pendidikan. Dalam menghadapi pembelajaran di abad 21, setiap orang harus memiliki keterampilan berpikir kritis, pengetahuan dan kemampuan literasi digital, literasi informasi, literasi media dan menguasai teknologi informasi dan komunikasi (Frydenberg & Andone, 2011; Ontario, 2016).
Selain membentuk peserta didik yang pintar secara akademik dan terampil dalam penguasaan teknologi, pendidikan di abad 21 perlu mengarahkan peserta didik untuk juga memiliki kecerdasan spiritual, sikap, raga, rasa dan karsa (Dasrimin et al., 2019; Wahyu, 2011). Hal tersebut sesuai dengan apa yang tertuang dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003, pasal 33, tentang tujuan pendidikan nasional yakni untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, memiliki moral dan akhlak mulia, sehat jasmani dan rohani, memiliki ilmu pengetahuan, mandiri, kreatif, bertanggungjawab, demokratis dan cinta tanah air (Kemendikbud, 2003).
Agar tujuan pendidikan ini dapat tercapai, maka satu hal yang tidak bisa diabaikan adalah adanya peran seorang pemimpin yang baik dan berkualitas (Bush, 2005; Bush & Middlewood, 2005; Everard et al., 2004). Seorang pemimpin perlu memiliki kombinasi sejumlah ketrampilan (Yukl, 2013). Pemimpin yang baik harus memiliki pandangan tentang masa depan dan membawa orang-orang yang dipimpinnya untuk mencapai tujuan orang yang dipimpinnya untuk mencapai tujuan yang diinginkan organisasi (McKelvey & Pfeffer, 1984). Dengan kata lain, seorang pemimpin harus mampu menjadi agen perubahan bagi lembaga yang dipimpinnya (Hidayati, 2015).
Mengingat pentingnya tugas kepemimpinan di sebuah lembaga pendidikan, maka dibutuhkan seorang kepala sekolah yang menunjukkan kepemimpinan yang efektif (Arifin et al., 2018; Bafadal et al., 2018). Kehadiran kepala sekolah yang efektif merupakan komponen organik, karena berapapun sumber daya yang dimiliki sekolah, semuanya akan sia-sia jika jika tidak digunakan secara efektif dan efisien oleh kepala sekolah yang andal dan profesional (Bafadal et al., 2019). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan sekolah yang efektif memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kehadiran siswa, keterlibatan siswa dengan sekolah, efikasi diri akademik siswa, kepuasan staf, dan kinerja guru (Faizah et al., 2020; Leithwood, 2019; Lunenburg, 2011).
Efektivitas kepemimpinan dapat tercapai apabila kepala sekolah dapat menyesuaikan diri dengan perubahan zaman sebagai tantangan dan peluang dalam meningkatkan kualitas pembelajaran (Maisyaroh et al., 2020). Perubahan zaman menuju era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0, menuntut peran agen pembaharuan dalam memunculkan ide-ide pembaharuan serta mengelola perubahan.
Sosok agen perubahan secara internal lembaga pendidikan dimaksud adalah adanya sosok pemimpin yang menjalankan kepemimpinan secara efektif, yaitu kepemimpinan yang mampu memanajemen segenap sumber daya di lembaga yang dipimpinnya ke arah visi dan misi yang diharapkan (Hidayati, 2015). Hal ini dapat dicapai melalui perubahan paradigma yang lebih mengedepankan pencapaian tujuan pendidikan selaras dengan perubahan cepat di era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0. Di sinilah pentingnya kepemimpinan pendidikan yang mampu menyesuaikan dengan situasi yang ada sehingga menghasilkan kepemimpinan yang efektif (Arifin, 2019).
Kepemimpinan efektif sangat bergantung pada beberapa hal, di antaranya ragam budaya, bentuk dan konteks organisasi, keunikan dinamis individu organisasi, dan isu-isu yang sedang dan akan terjadi atau dapat menyesuaikan diri dengan perubahan zaman (Lim, 2017; Mulford, 2014). Maka model kepemimpinan saat ini pun perlu disesuaikan dengan tuntutan era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0.
Artikel ini merupakan resume dari penelitian saya terhadap beberapa sekolah unggul di Kota Malang. Secara ringkas, hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi kepemimpinan kepala sekolah dalam menghadapi era Revolusi Industri 4.0, Society 5.0, dilakukan melalui tiga hal yakni:
Pertama, pengembangan visi pembelajaran (shared vision).
Kepala sekolah perlu membuat visi, misi dan tujuan sekolah secara jelas dan terarah. Artinya bahwa visi, misi, tujuan sekolah yang dibuat bukan hanya sekedar rumusan kata-kata, tetapi betul-betul merupakan hasil analisis dan refleksi yang mendalam tentang target yang ingin dicapai. Visi, misi dan tujuan tersebut kemudian disosialisasikan kepada para guru, orang tua (publik) dan siswa. Sebagai bentuk sosialisasi maka rumusan visi, misi dan tujuan, tidak hanya ditemukan dalam dokumen-dokumen resmi di sekolah atau disosialisasikan secara lisan, tetapi juga dipublikasikan di website sekolah (media online), sehingga dapat dibaca oleh siapapun yang mengaksesnya.
Kedua, pengembangan budaya pembelajaran (learning culture).
Hal ini dilakukan dengan membiasakan hidup yang disiplin, baik bagi siswa maupun guru dan tenaga kependidikan. Kepala sekolah berupaya membudayakan komunitas pendidikan yang peduli, adil, rendah hati, dan penuh sukacita. Beberapa kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan budaya pembelajaran ini adalah dengan menerapkan 9K, yakni keamanan, kebersihan, ketertiban, kerindangan, keindahan, kekeluargaan, kesehatan dan kesederhanaan.