Seorang frater atau calon imam Katolik (pastor) harus belajar filsafat. Studi strata satu (S1), seorang calon imam adalah Sarjana Filsafat, yang kemudian dilanjutkan dengan studi strata dua (S2) Magister Theologi. Jadi, minimal pendidikan formal yang harus diperoleh seorang agar bisa ditahbiskan (dilantik) menjadi imam Katolik (pastor) adalah S1 Fisafat dan S2 Theologi.
Filsafat dan Berfilsafat
Secara sederhana filsafat dapat dimaknai sebagai hasil berfilsafat. Berfilsafat pada intinya ialah berpikir. Namun tentunya tidak semua proses berpikir adalah berfilsafat. Kalau saya berpikir bagaimana saya menggunakan modal yang saya miliki untuk mengembangkan usaha saya, maka saya tidak berfilsafat, melainkan saya berpikir bisnis/ekonomis. Tetapi jika berpikir tentang manusia, dari mana asal usulnya dunia, lalu saya mencoba mencari jawaban atas pertanyaan tersebut, maka proses berpikir saya dapat disebut berpikir filsafat atau saya berfilsafat.
Namun, masih ada hal lain yang perlu diperhatikan agar pikiran kita dapat disebut berfilsafat. Apabila jawaban saya tentang pertanyaan dari mana asal manusia, saya menjawab dengan mengatakan: menurut Kitab Suci, manusia diciptakan oleh Tuhan, maka sebenarnya saya tidak berfilsafat. Berfilsafat harus bersuber dari nalar, bukan wahyu Kitab Suci.
Kebanyakan orang menganggap bahwa filsafat itu sesuatu yang tidak berguna. Filsafat adalah berpikir yang aneh-aneh, gaib, abstrak dan tidak memiliki hubungan dengan dunia nyata. Lantas, mengapa seorang calon imam perlu belajar filsafat?
Pentingnya Filsafat Bagi Calon Imam
Konsili Vatikan II dalam dekrit "Optatam Totius", menegaskan perlunya itegrasi yang baik antara Theologi dan Filsafat. Melalui filsafat, seorang calon imam harus memiliki pengertian yang kokoh dan teratur mengenai manusia, dunia, dan Tuhan. Juga mahasiswa calon imam harus mengerti segala sistem filsafat yang berpengaruh di dunia dewasa ini, agar dapat berdialog dengan manusia modern masa kini. Dengan mengetahui sistem-sistem filsafat, diharapkan seorang calon imam dapat memetik hal yang benar dan menolak apa yang keliru. Filsafat dapat membawa calon imam menjadi manusia yang berpikir kritis, serta terus mencoba mencari dan mengungkap kebenaran.
Seorang calon imam adalah calon pemimpin umat. Ia tentu harus mengikuti perkembangan Gereja dan bangsa. Ia juga harus mengenal budaya dengan nilai filosofisnya yang lengkap dan utuh, dengan kegenapan rasa peka dan kritis dalam evaluasi dan tanggapannya. Seorang imam Katolik juga perlu menjunjung tinggi nilai-nilai peradaban manusia yang abadi dengan wawasan yang matang dan imbang. Untuk menapai tujuan tersebut maka dalam studi sebagai seorang calon imam ia diajar meningkatkan diri dalam mengenal nilai peradaban manusia, untuk kritis, matang dan seimbang. Ini semua dapat diperoleh melalui filsafat.
Seorang imam adalah seorang pemimpin rohani, pendoa, pelayan, dan misionaris. Sebagai pemimpin rohani imam diharapkan mahir berbagi pengalaman iman, dan di tengah masyarakat bersikap kritis dan terbuka bagi nilai-nilai religius yang terdapat pada agama serta kepercayaan lain. Karena itu, seorang calon imam Katolik tidak hanya berada di dalam tempurung pengetahuan yang hanya mempelajari dan memperdalam ajaran agama atau budayanya sendiri.
Dalam studi filsafat, seorang calon imam Katolik juga belajar Filsafat Islam, Filsafat Hindu, Filsafat Cina, Filsafat Pancasila dan lain sebagainya. Dengan itu seorang calon imam bisa lebih mudah memahami dan mengenal kebenaran yang ada di luar dirinya, sehingga lebih mudah pula menerima keberagaman dan tidak jatuh dalam fanatisme sekalipun dia adalah seorang pemimpin agama.
Sebagai pendoa, ia tahu memanfaatkan nilai-nilai budaya. Sebagai gembala atau pelayan, seorang calon imam diharapkan dapat menjadi pendamping yang baik bagi umat dan tetap rendah hati dalam melayani. Sebagai misionaris diharapkan sungguh menyelami masyarakat beserta gejolak perkembangannya, mengenal konteks budaya dan tradisi berpikir wilayah lain, dan tahu bertukar pandangan dengan orang yang berpendapat lain.
Secara singkat, Reksosusilo mengemukakan bahwa seorang calon imam Katolik perlu belajar filsafat, karena:
- Filsafat diperlukan agar imam tetap memasyarakat dan menerima segala keberagaman
- Filsafat merupakan upaya penting untuk memikirkan soal-soal asasi manusia dan masyarakat secara kritis
- Refleksi filsafat perlu untuk mendukung semakin membudaya dan makin berakarnya iman
- Studi filsafat dimaksukan untuk megantar seorang calon imam kepada refleksi pribadi yang mendalam mengenai eksistensi konkret manusia menuju pengenalan akan Allah yang dirindukan
- Prinsip filsafat sehat dapat mendukung usaha untuk mempertahankan dan menghidupi tata nilai iman dalam kehidupan sosio budaya.