Gagasan KPU yang memperbolehkan kampanye di kampus adalah sesuatu yang positif. Hal tersebut pun tidak melanggar aturan perundang-undangan, karena UU No 17 Tahun 2017, Pasal 280, ayat 1 huruf H, yang mengatur tentang Pemilu, hanya melarang penggunaan fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan, namun tidak melarang kampanye di tempat tersebut.
Mahasiswa dan dosen juga merupakan bagian dari pemilih yang patut mendapatkan pendidikan politik melalui kampanye. Sebagai pemilih mereka pun perlu mengetahui visi-misi dan gagasan serta program kerja dari para calon pemimpin mereka. Dengan demikian mahasiswa bisa mengawal janji-janji kampanye dari para calon yang kelak akan menjadi pemimpin mereka. Sebagai akademisi, para mahasiswa pun bisa memberikan catatan kritis dan harapan bagi para calon pemimpin mereka. Kampanye di kampus memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk menguji kompetensi, visi-misi para kandidat.
Walaupun kampanye di kampus merupakan suatu gagasan baru yang dinilai memberikan dampak yang positif, namun perlu diperhatikan agar kampanye tersebut dapat memenuhi etika politik yang ada.
Setiap pimpinan perguruan tinggi, harus betul-betul siap dengan regulasi dan tata tertib jika mengizinkan kampus yang dipimpinnya dijadikan sebagai tempat kampanye pemilu. Sebagai penyelenggara, pihak kampus pun harus netral dengan semua pasangan calon maupun semua partai peserta pemilu. Selain itu, pihak-pihak terkait berkewajiban untuk menjamin kondusivitas suasana kampus.
Sebagai sebuah lembaga akademis, bentuk-bentuk kampanye diharapkan tidak seperti yang diadakan di lapangan atau gor bagi masyarakat umum lainnya, tetapi bisa melalui diskusi atau debat publik yang berciri komunikatif.
Pemilu: Penentu Kesadaran Politik Mahasiswa
Pemilu adalah bentuk apresiasi hak politik rakyat. Karena itu mahasiswa sebagai bagian dari rakyat harus memiliki kesadaran moral politik untuk menyukseskan penyelenggaraan pemilu yang bersih, jujur dan adil, serta jauh dari praktek kotor yang menodai asas demokrasi.
Harus selalu disadari bahwa pada saat-saat menjelang pemilu, banyak dari calon pemimpin kita akan menggunakan "politik kemasan", untuk merayu suara rakyat. Calon-calon pemimpin kita akan membungkus diri dalam kemasan yang menarik dengan janji-janjinya. Masyarakat harus pandai memilih pemimpinnya bukan karena kemasan, melainkan harus menukik lebih dalam untuk mengetahui isi yang sesungguhnya yakni pemimpin yang berkompeten demi kemajuan dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu kampanye di kampus bisa menjadi sarana bagi civitas akademik untuk mengenal lebih dalam para calon pemimpin mereka.
Pemimpin mana yang kita perlukan?
Siapa pun dapat dipilih menjadi pemimpin, asalkan dia memenuhi sejumlah persyaratan yang niscaya dapat menghantar semua masyarakat kepada kesejahteraan dan kebaikan hidup.
Kebaikan umum semua warga hendaknya menjadi visi utama seorang pemimpin, dan oleh karena itu pelbagai aspek pengabdiannya harus diarahkan dari dan menuju visi ini.
Pemimpin yang baik dan bijaksana harus juga mencermati pelbagai kondisi, peluang dan sumber daya rakyatnya. Untuk itu setiap anggota masyarakat, termasuk mahasiswa harus memilki sikap yang kritis yang bisa mengevaluasi atau menilai para pemimpin serta kinerja mereka yang sungguh bertanggungjawab atas kehidupan bersama.