Salah satu arah pendidikan menghadapi globalisasi, revolusi industri 4.0 & society 5.0 antara lain adalah memperkuat moralitas dan kemanusiaan generasi bangsa. Oleh karena itu, penguatan pendidikan karakter bagi peserta didik mutlak diperlukan dan perlu terus-menerus digaungkan.
Pendidikan karakter bertujuan untuk menanamkan nilai dalam diri peserta didik dan pembaruan kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan individu. Tujuan jangka panjangnya tidak lain adalah mendasarkan diri pada tanggapan aktif kontekstual atas naluri natural sosial yang diterimanya, yang pada gilirannya semakin mempertajam visi hidup yang akan diraih melalui proses pembentukan diri secara terus-menerus (Koesoema, 2010:135).
Agar tujuan mulia ini dapat tercapai, maka banyak strategi dapat dilakukan. Hemat saya, ada tiga strategi yang dapat dilakukan dan perlu menjadi kesadaran dan gerakan bersama untuk mewujudkannya. Ketiga strategi ini adalah sebagai berikut:
a. Peneguran Langsung
Peneguran langsung dilakukan apabila siswa melakukan kesalahan. Peneguran langsung dilakukan saat kepala sekolah maupun para guru yang melihat adaya perbuatan yang tidak baik dari peserta didik.
Peneguran langsung yang dimaksudkan adalah jika siswa melakukan kesalahan maka ia perlu dikoreksi atau diberitahu perbuatannya bahwa apa yang ia lakukan adalah hal yang tidak baik. Hal ini menjadi penting agar peserta didik dapat disadarkan akan perbuatan mana yang harus dilaksanakan dan hal mana yang harus ditinggalkan.
Strategi peneguran langsung sejalan dengan pendapat Lickona (2012) yang menyatakan bahwa untuk pencegahan terjadinya penyimpangan perilaku terhadap tata nilai dan norma, antara lain dapat dilakukan dengan cara memberikan teguran yang dapat disertai dengan pemberian sanksi yang bersifat pedagogis. Teguran berupa sanksi ini bersifat preventif karena bertujuan untuk mencegah tejadinya pelanggaran lebih lanjut dan memberi pelajaran kepada siswa lainnya.
Secara praktis, tahap peneguran langsung dapat dilakukan dengan cara, (a) guru kelas yang sering berinteraksi dengan siswa, (b) jika masalah siswa terlalu berat maka bisa dibawa ke guru BK. Namun jika secara terpaksa mendidik anak dengan memberikan sanksi tertentu, maka aturan tersebut harus diberitahukan sebelumnya ke siswa.
Perlu diperhatikan bahwa sanksi yang diberikan karena siswa telah melakukan pelanggaran, bukan dipandang sebagai sebuah hukuman, apalagi berpotensi kekerasan, melainkan bersifat mendidik demi perubahan karakter anak ke arah yang lebih baik.
b. Pemodelan atau Keteladanan
Untuk memberikan contoh kepada peserta didik, kepala sekolah dan para guru hendaknya menjadi teladan utama dalam mewujudkan tujuan penguatan pendidikan karakter.
Hal ini bisa dimulai dari kepala sekolah selaku pimpinan terhadap para guru, maupun terhadap siswa. Bafadal (2006:135) dalam Ningrum (2015), mengungkapkan pemberian motivasi, semangat kerja, pemenuhan fasilitas, dan pemberian arahan kepada guru serta staf merupakan peran yang cukup tinggi yang dilakukan kepala sekolah dalam menggerakkan tim kerjanya.