Kilas Balik Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 (K-13) dirancang sebagai upaya untuk memberikan proporsi yang seimbang antara aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor pada siswa. Hal ini berbeda dengan kurikulum sebelumnya yang cenderung hanya mengutamakan aspek kognitif (Sapitri, 2022).
Ada beberapa kelebihan dari penerapan Kurikulum 2013 atau K-13, yakni:
1). Siswa lebih ditekan untuk berpikir secara kreatif, inovatif, cepat tanggap, dan juga melatih keberaniaan seorang siswa.
2). Menggunakan pendekatan yang kontekstual dan berlansung secara alami sehingga siswa lebih muda memahami.
3) Ketersediaan silabus dan buku pengesahan bagi guru.
4) Kemudahan dalam menyusun RPP.
5) Siswa sebagai pusat pembelajaran (student center).
6) Mendorong peningkatan kreativitas guru dan siswa (Trisnawati et al., 2016; Uran, 2018).
Dari beberapa kelebihan ini, ternyata K-13 juga memiliki beberapa kekurangan. Kekurangan implementasi Kurikulum 2013 antara lain adalah:
1) Penilaian yang terlalu rumit.
2) Kurangnya sosialisasi dan pelatihan untuk guru.
3) Terbatasnya buku dan literatur.
4) Kurangnya fasilitas, sarana dan prasarana penunjang dalam proses pembelajaran.
5) Belum semua guru mampu dan paham untuk mengimplementasikan Kurikulum 2013.
6). Guru yang salah kaprah, belum siap menerapkan K-13.
7) K-13 menuntut guru untuk kreatif akan tetapi tidak semua guru itu kreatif (Trisnawati et al., 2016; Uran, 2018).
Kurikulum Merdeka: Pengembangan Kurikulum Sebelumnya
Berdasarkan beberapa kekurangan pada K-13, maka pemerintah berniat untuk membaharui kembali kurikulum yang ada. Pembaharuan kurikulum ini pun disesuaikan dengan keadaan darurat saat pandemi dan pasca pandemi.
Kurikulum inilah yang dikenal dengan Kurikulum Merdeka. Berdasarkan Paparan Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia (Angraena et al., 2021), kurikulum merdeka meneruskan arah pengembangan kurikulum sebelumnya, yakni:
Pertama: Orientasi holistik: kurikulum dipertimbangkan untuk mengembangkan murid secara holistik, mencakup kemampuan akademis dan non-akademis, kompetensi kognitif, sosial, emosional, dan spiritual.
Kedua: Berbasis kompetensi, bukan konten: kurikulum dirancang berdasarkan kecakapan yang ingin dikembangkan, bukan berlandaskan konten atau materi tertentu.
Ketiga: Kontekstualisasi dan personalisasi: kurikulum disusun sesuai konteks (budaya, misi sekolah, lingkungan lokal) dan kebutuhan murid.
Kurikulum ini disebut Kurikulum Merdeka karena memiliki karakter khusus untuk mendukung pemulihan pembelajaran, dengan ciri-ciri sebagai berikut: