Lihat ke Halaman Asli

Hendrikus Dasrimin

TERVERIFIKASI

Scribo ergo sum (aku menulis maka aku ada)

Pers dalam Gelombang Revolusi Industri 4.0

Diperbarui: 3 September 2022   07:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Pers | Foto: Kompas.com

Pers dalam pengertian sempit, dipahami sebagai produk-produk penerbitan yang melewati proses percetakan, seperti surat kabar harian, majalah mingguan, majalah tengah bulanan dan sebagainya yang dikenal sebagai media cetak. 

Namun dalam pengertian yang luas luas, pers mencakup semua media komunikasi massa, seperti radio, televisi, dan film yang berfungsi memancarkan/menyebarkan informasi, berita, gagasan, pikiran, atau perasaan seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain. Maka kemudian dikenal adanya istilah jurnalistik radio, jurnalistik televisi, jurnalistik pers.

Dalam sejarah perkembangannya, pers di Indonesia mengalami gelombang naik-turun. Sebelum kemerdekaan, pers di Indonesia berada di titik terbawah. 

Kemerdekaan Indonesia yang diraih pada 17 Agustus 1945 membawa fajar baru bagi pers di Indonesia. 

Informasi proklamasi Indonesia dapat diketahui di berbagai daerah karena jasa pers Indonesia yang telah menyebarluaskan berita tersebut.

Hubungan antara pemerintah Indonesia terjalin baik. Pemerintah sudah memberi bantuan berupa dana terhadap pers, sementara itu pers sendiri aktif menyuarakan langkah-langkah kebijakan pemerintah untuk membentuk suatu lembaga maupun pengaturan baru sebagai perlengkapan bagi suatu negara. 

Namun, saat pers mulai menyerang pemerintah dengan kritikan-kritikan pedas sesuai dengan fungsinya, pers harus menjadi kepentingan publik (public watc dog). Namun kritikan pedas pers telah menjadi beban yang menjengkelkan bagi pemerintah. 

Maka pemerintah menyerang balik pers, sehingga konflik keduanya menjadi persoalan permanen dan pers dipaksa harus tunduk di bawah kekuasaan pemerintah. Pemerintah untuk pertama kali mengeluarkan undang-undang yang membatasi kemerdekaan pers pada tahun 1984.

Seiring berjalannya waktu, pada tanggal 5 Juni 1998, kabinet reformasi di bawah presiden B.J. Habibie meninjau kembali peraturan yang sudah berlaku dan mencabut permenpen No.01/1984 tentang SIUPP melalui permenpen No.01/1998, kemudian mereformulasi UU pers yang lama dengan UU pers yang baru dengan UU No.40 tahun 1999 tentang kemerdekaan pers serta kebebasan wartawan dalam memilih organisasi pers. 

Definisi tentang pers pun akhirnya harus mengalami perubahan. Menurut UU No. 40 tahun 1999 pers merupakan lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline