Pendahuluan
Sebelum manusia diciptakan, Allah terlebih dahulu menciptakan alam semesta (bdk. Kitab Kejadian). Dengan kata lain, alam semesta lebih dahulu ada sebelum manusia.
Walaupun alam lebih dahulu ada sebelum adanya manusia namun manusialah yang diberi hak oleh Allah untuk menguasai alam semesta sebab ia adalam makluk yang berakal budi (animale rationale).
Hak atas alam ini ternyata kurang dipahami oleh manusia sehingga hak istimewa ini justru dapat menimbulkan persolan dalam kehidupan. Kekuasaan yang telah diberikan oleh Sang Khalik, sering disalahgunakan untuk memanfaatkan alam ini dengan mengeksploitasinya secara berlebihan dan tidak sewenang-wenang. Manusia memanfaatkan mandat kekuasaan ini tanpa diimbangi dengan kewajibannya untuk melestarikan alam semesta.
Penyalagunaan kekuasaan ini dibuktikan oleh tindakan manusia yang terus memporak-porandakan pohon-pohon, hewan-hewan sering dimusnakan dan dijadikan sebagai mangsa yang patut dihabiskan.
Alam sering dirusak, tetapi ironisnya bahwa manusia itu sendiri justru hidup dalam alam yang sama. Manusia tidak menyadari bahwa dengan merusak alam semesta sebenarnya ia telah merusak kehidupannya sendiri.
Sungguh sangat memprihatinkan apabila kita menyaksikan dan merasakan alam kita dewasa ini. Bumi semakin panas dan gersang. Banjir terus saja menelan jutaan nyawa manusia setiap tahunnya dan masih banyak lagi penderitaan yang dapat kita alami sebagai akibat dari ulah manusia sendiri. Alam yang pada awalnya menjadi Taman Eden telah diubah menjadi dunia yang Edan.
Berhadapan dengan kenyataan hidup yang sangat memprihatinkan ini, dibutuhkan suatu perjuangan dari manusia untuk mengubah kembali wajah bumi ini menjadi sebuah taman Eden yang penuh dengan keharmonisan. Dan dalam perjuangan ini kita (baca: Edenisasi) harus berani melawan praktek edanisasi yang kian merusak alam yang sangat kita cintai ini.
Edenisasi vs Edanisasi
Lingkungan yang Edan: Sebuah Realitas