Mantan Duta Besar Indonesia untuk Italia yang juga wartawan senior Harian Kompas, August Parengkuan meninggal dunia pada usia 76 tahun, Kamis, 17 Oktober 2019, pukul 5.50 WIB. Itulah kalimat duka yang saya dan kita baca di berbagai media ibukota.
Hampir setiap orang pasti memiliki kenangan manis bersama almarhum, termasuk diri saya. Misalnya, pada Kamis, 26 Juli 2012, ketika saya diajak Ketua Umum Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Rais Abin menemui Pemimpin Umum dan Pendiri Harian Kompas Dr (HC) Jakob Oetama.
Saya merasa bangga karena bisa menyaksikan kedua sahabat yang sezaman ini bersenda gurau di lantai VI Harian Kompas. Usia Jakob Oetama, memang tidak begitu jauh terpaut dengan Rais Abin karena Jacob Oetama lahir di Borobudur, Magelang, 27 September 1931.
Pada waktu itu juga, Jakob Oetama bersedia menulis "Sekapur Sirih" dalam buku yang saya tulis: "Catatan Rais Abin Panglima Pasukan Perdamaian PBB di Timur Tengah 1976-1979" (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, September 2012).
Jakob Oetama sangat konsisten dengan tugasnya sebagai wartawan. Waktu itu ia adalah Presiden Direktur Kelompok Kompas-Gramedia.
Seorang rekan pernah membisiki saya, apakah benar atau tidak informasi bahwa pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, beliau pernah ditawari jabatan Menteri Penerangan RI oleh Harmoko? Memang benar tawaran tersebut, tetapi Jakob Oetama menolak.
Pada waktu pembicaraan ini, Jakob Oetama ditemani Redaktur Senior Kompas August Parengkuan yang kemudian dipercaya menjadi Duta Besar RI untuk Italia. Di Gedung Kompas Lantai VI itulah saya pertama kali bertatap muka langsung dengan August Parengkuan.
Menurut saya orangnya sederhana dan selalu ramah kepada setiap orang. Memang nama August Parengkuan tidak dapat dilepaskan dari pribadi Jacob Oetama. Keduanya saling bekerja sama membesarkan Grup Kompas.
Ketika pembicaraan selesai, August Parengkuan mengantarkan tamunya Letjen TNI (Purn) Rais Abin dan saya ke lantai bawah. Pada waktu di lantai bawah itulah, August Parengkuan bercerita bahwa sebentar lagi ia akan berangkat menuju Italia untuk mengemban tugas sebagai Duta Besar Republik Indonesia.
Menjadi seorang wartawan memang mengasyikan. Kadangkala tanpa mengenal waktu. Itu pulalah yang dirasakan August Parengkuan. Ia dikabarkan tetap aktif mengunjungi Grup Kompas jelang ajalnya.
Saya ingin mempersamakan peristiwa ini dengan apa yang dialami mantan Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Tarman Azzam. Ia juga meninggal dunia sedang melaksanakan tugas.