Lihat ke Halaman Asli

Dasman Djamaluddin

TERVERIFIKASI

Saya Penulis Biografi, Sejarawan dan Wartawan

Kenapa Surat Kaleng Supersemar Ditulis 30 September 1998?

Diperbarui: 29 September 2019   13:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. pribadi

Surat kaleng secara umum ditujukan pada surat tanpa diketahui dengan jelas siapa pengirimnya, yang berisi informasi penting yang ditujukan pada orang/pihak tertentu dengan maksud agar diketahui dan/atau diambil tindakan berkaitan dengan informasi tersebut. 

Cara komunikasi yang berubah sesuai dengan perkembangan dan kemajuan teknologi turut merubah bentuk dan penyampaian surat kaleng. Dari yang sebelumnya berupa tulisan di atas kertas, kini juga berupa surat elektroni (email), sms, video, website, komentar dan artikel yang dipublish di blog tertentu seperti kompasiana.

Itulah beberapa rangkuman tentang surat kaleng. Tetapi surat kaleng yang saya terima dan ditulis pembuatnya tanggal 30 September 1998 memiliki arti penting berkaitan dengan Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar), tepatnya ketika saya sering menulis "Dari Pembaca," tentang Supersemar waktu itu di majalah "Gatra" No.20, 4 April 1998 tentang terlambatnya penerbitan buku saya berjudul: "Jenderal TNI Anumerta Basoeki Rachmat dan Supersemar."

Sumber: misterisejarahind.blogspot.com

Surat yang dikirim ke alamat saya tersebut, saya namakan surat kaleng, karena amplopnya yang berupa amplop dinas itu tanpa disertai nama dan alamat pengirim jelas dan tanda tangan di surat tidak disertai nama jelas.

Ketika saya menjadi pembicara di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Depok, pada hari Jumat, 9 Oktober 1998, dalam rangka bedah buku yang saya tulis: " Jenderal TNI Anumerta Basoeki Rachmat dan Supersemar " ( Jakarta: Grasindo,1998), tentang Surat Kaleng ini saya informasika. Selain saya sebagai pembicara dan penulis buku, hadir juga sebagai pembicara lainnya, yaitu mantan Sekretaris Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) 1966, Abdul Kadir Besar. Juga hadir Prof. Dr. Jimly Associate,S.H  (Guru Besar FHUI) dan Maria Farida Indrati Suprapto (Akademisi).

Tahun 1966 hingga sekarang, Supersemar ini terus digugat. Misalnya harian "Kompas," 15 Juni 2015 halaman 5,  bahkan kembali mempertanyakan sejumlah kontroversi sejarah Indonesia, tidak hanya Supersemar, bahkan mulai dari tempat lahir Presiden Soekarno yang dibacakan keliru, pelarangan memperingati hari lahir Pancasila 1 Juni oleh Kopkamtib, Kerusuhan Mei hingga ke masalah Supersemar.

Saya tertarik mengulas masalah Supersemar ini karena memang generasi muda tidak mengetahui betul perjalanan sejarah yang sangat penting tersebut. Sebaliknya bagi generasi tua, yang hidup di zaman berlangsungnya peralihan dari pemerintahan Soekarno ke era Soeharto, juga berperan sangat penting saat itu,  lebih banyak bungkam. Loyalitas mereka berdasarkan pangkat kemiliteran lebih mendominasi kesetiaan mereka terhadap sejarah yang tengah berlangsung pada waktu itu.

Kita bisa menyaksikan bersama-sama sebuah Seminar Angkatan Darat II 1966, seperti Jenderal Soeharto yang kala itu Menteri Panglima Angkatan Darat, yang juga Ketua Presidium Kabinet Ampera. Terlihat juga Letjen TNI Maraden Panggabean (Ketua Seminar),  Mayjen TNI Soemitro, dan beberapa jenderal lainnya. Saya setuju dengan kepemimpinan Soeharto,  yang bisa menstabilkan pemerintahan, namun demikian ada juga pembolak-balikan sejarah, sehingga Supersemar asli hingga hari ini tidak kita peroleh.

Adalah hal sangat menarik, jika seandainya Supersemar asli tidak ada, hilang atau dibakar tetapi tidak dibumbui dengan Supersemar lainnya, yang kesemuanya palsu. Sejarah bangsa ini akan mengalami benih-benih kepalsuan, tidak pernah terungkap apa adanya. Kita juga mendengar bahwa hari lahirnya Pancasila dikembalikan pada 1 Juni yang di masa Soehaerto dilarang oleh Kopkamtib.

Saya menterjemahkannya, di masa kepemimpinan negara saat ini (Jokowi-Jusuf Kalla) paham-paham beridentitas kapitalisme-liberalisme harus dikembalikan lagi ke jalurnya semula. Perlu dibahas kembali agar bangsa Indonesia kembali ke UUD 1945 yang asli. Sebelumnya hal ini telah disuarakan oleh Alumni Universitas Indonesia dan Legiun Veteran Republik Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline