Lihat ke Halaman Asli

Dasman Djamaluddin

TERVERIFIKASI

Saya Penulis Biografi, Sejarawan dan Wartawan

B.M. Diah 23 Tahun dalam Kenangan

Diperbarui: 11 Juni 2019   11:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Tanggal 10 Juni 1996, 23 tahun yang lalu, pers Indonesia digayuti awan hitam. Pers Indonesia berkabung dengan perginya seorang tokoh pers, Burhanudin Mohamad (B.M) Diah di usia 79 tahun atau nama populernya B.M.Diah.

Nama B.M.Diah dengan surat kabar yang diterbitkannya pada 1 Oktober 1945, harian"Merdeka," tidak dapat dilepaskan satu dengan yang lain. Harian pagi itu memiliki kekhasannya. Kop warna merah darah, karena terbit satu setengah bulan setelah  bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. 

Dokpri

Surat kabar "Merdeka," di bawah kepemimpinan B.M.Diah terus berkembang. Berikutnya terbit koran mingguan "Minggu Merdeka," Surat kabar berbahasa Inggris " Indonesian Observer," majalah berita bergambar "Topik," dan majalah untuk Ibu, bapak dan anak "Keluarga." Semuanya berada di bawah naungan Grup Merdeka yang dipimpin B.M.Diah dan Herawati Diah.

Tahun 2006 saya menulis tesis di Program Studi Ilmu Sejarah, Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia berjudul: "Harian 'Merdeka' Sebuah 'Personal Journalism' B.M. Diah." Personal Journalism berasal dari bahasa Inggris yang berarti kewartawanan pribadi. Jadi jurnalistik yang lebih mengedepankan unsur pribadi atau subyektifitas. Hal ini terlihat dari cara-cara redaksi menyampaikan pesan-pesan penggagas atau pendiri surat kabar tersebut, baik di editorial, berita-berita, artikel atau tulisan-tulisan lainnya.

Istilah "Personal Journalism," ini di Indonesia terjadi setelah penyerahan kedaulatan dari Belanda di Indonesia pada 27 Desember 1949. Waktu itu terdapat sejumlah wartawan yang dengan kuat merekam stempelnya pada corak jurnalistik. Kongkrinya terlihat dari "perang pena," serti isi pojok harian "Merdeka," berjudul Dr.Clenik. Jika di harian "Indonesia Raya," milik Mochtar Lubis, namanya "Mas Kluyur," dan di harian "Pedoman," pimpinan Rosihan Anwar dinamakan "Kili-Kili."

Pada hari Senin, 21 Mei 2018 di Yayasan Pustaka Obor Indonesia milik Mochtar Lubis dilangsungkan bedah buku: "Catatan BM Diah, Peran 'Pivotal' Pemuda Setelah Lahirnya Proklamasi 17-8-'45" (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2018). Pada acara bedah buku ini, saya sebagai editor dan pemandu diskusi mendengar langsung pemaparan dari pembicara diskusi yaitu Sejarawan Asvi Warman Adam dan Bonni Triyana. 

Bedah buku ini sudah tentu mengingatkan saya akan peranan B.M Diah sebagai Ketua Angkatan Baru '45. Duta Besar Amerika Serikat di Indonesia Howard Palfrey Jones menyebut beberapa nama, termasuk B.M. Diah di dalam buku: " Indonesia, the Possible Dream (Yayasan Harvard, 1971) bahwa : "Kata pemuda sebagainana biasa dipakai waktu itu, berarti pemuda yang revolusioner, militant dan terorganisasi dengan baik, penggunting segi-segi tajam gerakan revolusioner. Kelompok yang serupa itu, di antaranya terdiri dari Chairul Saleh, Adam Malik, Soekarni, B.M Diah..."

Lebih lanjut ungkapan B M. Diah ini dapat dilihat dalam buku yang mengungkapkan pernyataannya kepada saya dalam berbagai hal di "Butir-Butir Padi B.M.Diah, Tokoh Sejarah yang Menghayati Zaman (Jakarta: Pustaka Merdeka, 1992). Yang penting dalam bedah buku B.M.Diah di Penerbit Yayasan Pustaka Obor Indonesia itu, Sejarawan Asvi Warman Adam di akhir pemaparannya mengatakan bahwa B M. Diah dan Herawati Diah, dua-duanya dimakamkan berdampingan, layak menjadi Pahlawan Nasional.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline