Lihat ke Halaman Asli

Dasman Djamaluddin

TERVERIFIKASI

Saya Penulis Biografi, Sejarawan dan Wartawan

Kualitas Wartawan Indonesia di Masa Lalu

Diperbarui: 27 Mei 2019   07:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Pada tanggal 22 Mei 2019, memang kita mengalami kendala dalam berkomunikasi. Tiba-tiba "WhatsApp (WA)"," Facebook (FB)" dan "Instagram" tidak bisa diakses. Tetapi peristiwa ini tidak berkaitan langsung dengan media Indonesia, tetapi secara langsung ada kaitannya, karena wartawan sulit mencari berita yang obyektif tanpa internet. Apalagi berita perkembangan di luar negeri.

Kalaupun sudah melalui internet belum tentu berita tersebut bisa dipercaya 100 persen. Untuk itulah, pada bulan Desember 1992, saya diutus Burhanudin Mohamad (B.M) Diah atau namanya yang lebih populer disebut B.M.Diah. Ia adalah pendiri harian "Merdeka," 1 Oktober 1945.  Waktu itu belum ada WA, FB atau Instagram. Yang ada hanya "telex."

B.M.Diah merasakan belum puas dengan informasi obyektif di Irak. Tidak selalu Kantor Berita Barat, seperti "Reuter" (Kantor Berita Inggris), AFP (Perancis) dan AP (Amerika Serikat) mau memberitakan secara obyektif peristiwa di Irak, karena pemerintah mereka sendiri terlibat dalam peristiwa penyerangan ke Irak. Jika ada berita dari wartawannya secara obyektif, sudah tentu sering kita di Indonesia menerima berita itu tidak lengkap. Kalimat yang rahasia sudah ditutup dengan penutup kalimat hitam.

Atau untuk berita dalam negeri agar berita tidak dimuat sering mendapat telepon. Biasanya di masa pemerintahan Soeharto datang dari Laksamana TNI Soedomo sebagai Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban disingkat Kopkamtib, sebua organisasi pusat yang langsung berada di bawah komando Presiden RI pada saat itu, Jend. Soeharto dan didirikan pada tanggal 10 Oktober 1965. Di bawah organisasi ini terdapat serangkaian organisasi militer atau non-militer yang melaksanakan tugas dan program Kopkamtib.

Saya mengetahui betul, karena di masa Presiden Soeharto itu menjadi Redaktur Pelaksana Majalah "Topik " (Kelompok Harian "Merdeka," 1 Juni 1985-1 April 1988) dan Redaktur Luar Negeri Harian " Merdeka" ( 1 Oktober 1992-1 Maret 1993). Oleh karena itu, saya sangat mengenal pribadi B.M. Diah. Lebih dari itu, selama satu setengah tahun bolak-balik menemui B.M. Diah, mewawancarainya dan kemudian wawancara langsung dengan B.M. Diah, pada 1 Oktober 1992 dilucurkanlah buku saya berjudul: "Butir-Butir Padi B.M.Diah" (Jakarta: Pustaka Merdeka, 1992).

Dokpri

Di bulan September 1959, B M. Diah dan keluarga yang sedang tamasya ke Mengandung, Bogor dikejutkan dengan kedatangan Menteri Luar Negeri RI yang pada waktu itu dijabat Subandrio. Dia datang tanpa pengawal dan tanpa pakaian resmi. Kedatangan mendadak ini membawa pesan dari Presiden Soekarno mengenai penugasan B.M. Diah  menjadi duta besar.

Akhirnya untuk menggantikan B.M.Diah dipilih Joesoef Isak. Saya memahami jalan pikiran Joesoef Isak pada tahun 2008, ketika mengunjungi tempat tinggalnya dan berbicara tentang sejarah harian "Merdeka," juga pada waktu berdialog tentang Adam Malik, seorang wartawan yang kemudian berhasil menjadi menteri luar negeri serta wakil presiden. Waktu itu ia dituduh sebagai agen intelijen Amerika Serikat (CIA). 

Tulisan ini sekedar menunjukkan sisi positif dari seorang wartawan dan bermanfaat untuk bangsa dan negara. Inilah kualitas wartawan Indonesia yang di masa sekarang juga banyak terdiri dari wartawan profesional.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline