Lihat ke Halaman Asli

Dasman Djamaluddin

TERVERIFIKASI

Saya Penulis Biografi, Sejarawan dan Wartawan

Mengapa Harus Tanggal 21 Mei?

Diperbarui: 24 Mei 2019   07:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: twipu.com

Pada tanggal 21 Mei 2019, saya sedang berada di Penerbit Buku "Obor," sebuah penerbitan yang didirikan oleh mantan wartawan kawakan Mochtar Lubis. Tetapi saya sebentar di sana, karena ada telpon kepada saya bahwa ada aksi unjuk rasa di depan Hotel Indonesia.

Kemudian saya mengambil sikap untuk tidak terlalu lama di Obor, karena insting jurnalis saya bekerja. Jika saya pulang selesai maghrib sudah tentu kendaraan akan jarang berlalu lalang dan saya akan tertahan di suatu tempat. Tidak bisa pulang, apalagi aksi unjuk rasa sangat berdekatan dengan Yayasan Pustaka Obor Indonesia yang beralamat di Jalan Plaju no 10 Jakarta Pusat.

Saya kemudian mengikuti perkembangan. Benar, bahwa situasi yang awalnya berjalan normal, besoknya hari Rabu, 22 Mei 2019 berubah menjadi tidak menentu. Meski sudah dapat diantisipasi, peristiwa ini mengingatkan saya akan peristiwa 21 Mei 1998, di mana Jakarta rusuh dan berdampak kepada pengunduran Presiden Soeharto waktu itu, yaitu tanggal 21 Mei 1998. 

Waktu itu menurut buku "Presiden Republik Indonesia 1945-2014," yang diterbitkan Kementerian Pendidikan dan dan Kebudayaan RI, tahun 2014, husus tentang Bab, Soeharto, setelah menyatakan mundur, Soeharto mengikuti perkembangan melalui televisi. 

Sebuah pengalaman menarik Presiden Soeharto yang juga diceritakan dalam buku ini adalah ketika pada tahun 2004, Probosutedjo menemani Soeharto menonton televisi. Diungkapkan dalam buku itu, terlihat rakyat berbaris panjang , antre mendapatkan dan membeli mimyak tanah. Soeharto terus menyimak berita itu, kemudian berucap pelan, "kasihan rakyat kecil." Tak lama kemudian air matanya menetes.

sumber: presstv

Saya memperoleh foto dari luar negeri. Tidak perlu disebutkan di mana. Tetapi sebuah gambaran kehidupan rakyat yang menderita. Itu jugalah yang dipikirkan para pemimpin Indonesia dari Soekarno hingga Joko Widodo, yaitu memikirkan bagaimana nasib bangsa Indonesia semakin lama semakin baik. Hidup makmur dan sejahtera.

Setiap calon presiden atau calon wakil rakyat selalu berpikir tentang nasib rakyat. Itu sudah pasti. Memang ada sebahagian kecil memanfaatkan kesempatan untuk memperkaya diri sendiri. Itulah yang kita lihat bahwa ada di antara wakil rakyat atau kepala daerah mendekam dalam tahanan.

Hari ini Capres Prabowo Subianto dan dan calon wakilnya Sandiaga Uno melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sama cita-cita mereka yaitu ingin melihat bangsa Indonesia mengenal jalur hukum jika mereka merasa perjalanan proses pemilihan calon presiden tidak adil. Biarlah nanti hakim yang akan memutuskan. 

sumber: keepo.me

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline