Lihat ke Halaman Asli

Dasman Djamaluddin

TERVERIFIKASI

Saya Penulis Biografi, Sejarawan dan Wartawan

Peran Wakil Presiden yang Semakin Penting

Diperbarui: 1 Oktober 2018   22:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok independent.co.uk

Wakil Presiden Republik Indonesia (RI) Jusuf Kalla, hari Kamis minggu lalu berpidato di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Ia menyinggung berbagai masalah yang berkembang di dunia internasional dewasa ini.

Hadirnya seorang wakil presiden berbicara di Majelis Umum PBB menambah bobot dan wibawa tugas-tugasnya, di mana selama ini hanya seorang presiden yang biasanya hadir di forum terhormat itu.

dokpri

Masih berkaitan dengan wakil presiden ini, pada tahun 2008 terbit buku seorang Ketua DPP PDI Perjuangan periode 2000-2005, Roy Binilang Bawatanusa (BB) Janis. Buku yang diterbitkan PT Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia setebal 376 ini memuat para wakil presiden sejak Bung Hatta hingga Jusuf Kalla ini berjudul: "Wapres: Pendamping atau Pesaing?."

Jusuf Kalla dalam buku ini, yaitu ketika ia menjadi wakil presiden 2004-2009. Jadi ketika buku ditulis, tidak termasuk ketika Jusuf Kalla menjadi wakil presiden sekarang. Dapat dibayangkan, posisi seorang wakil presiden sebelumnya penuh dengan berbagai konflik, baik yang muncul ke permukaan mau pun tidak.

Sebagai contoh yang dapat kita ambil adalah tentang Wakil Presiden Mohammad Hatta atau yang lebih populer dengan panggilan Bung Hatta. Dari buku ini pada halaman 40 dijelaskan, bahwa sejak Bung Hatta menjabat wakil presiden dari tahun 1945 hingga 1956, hanya empat tahun, yaitu 1945-1949 yang boleh dikatakan rukun dan seperjalanan. 

Ketika Undang-Undang Dasar 1945 beralih ke Undang-Undang Dasar 1950, posisi Dwitunggal mulai semakin pudar. Presiden Soekarno berjalan sendirian, tanpa melibatkan atau berbicara dengan Hatta. Di halaman 41 terdapat cuplikan surat Bung Hatta kepada Bung Karno. Surat teguran Bung Hatta itu bertanggal 25 Maret 1955.

"Kalau Saudara memandang Dwitunggal lebih dari 'show' saja, sebenarnya dalam hal-hal yang mengenai dasar negara Saudara sepatutnya berembuk dengan saya lebih dahulu, sebelum mengambil tindakan."

Oleh karena itu, tanggal 1 Desember 1956 merupakan akhir dari kepemimpinan Dwitunggal. Ada usaha untuk menyatukan kembali, tetapi tidak berhasil. Lebih menarik lagi jika membaca di halaman 51 dan 52, di mana pada bulan November 1958, Hatta sempat mengeluarkan isi hatinya kepada Des Alwi Abubakar, anak angkatnya. Hatta mengeluh hanya diberi peran mengurus koperasi, sementara semua keputusan politik tidak dikonsultasikan. " Jadi,om berhenti saja jadi wakil presiden," ujar Hatta kepada Des Alwi Abubakar.

Itulah cerita di balik komunikasi seorang presiden dan wakilnya. Mudah-mudahan dengan tampilnya Wakil Presiden Jusuf Kalla di Majelis Umum PBB, fungsi dan tugas seorang wakil presiden di Indonesia ikut menentukan masa depan bangsa ke depannya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline