Situasi di Iran semakin tidak menentu. Foto di bawah menggambarkan keadaan kota Iran sekarang ini. Pertokoan banyak yang tutup , apalagi setelah investor asing lari dari Iran. Hal ini disebabkan, Iran merupakan salah satu negara yang warga negaranya dilarang masuk ke Amerika Serikat (AS). Itu bukan perkataan Presiden AS Donald Trump, tetapi Mahkamah Agung AS telah memutuskannya pada hari Selasa, 26 Juni 2018, bahwa warga negara Iran tidak boleh masuk ke AS.
Sehubungan dengan itu, ada seorang warga negara Iran yang tinggal di AS mengurungkan niatnya untuk menjenguk ibunya yang kena "stroke," di tanah airnya, karena takut tidak bisa kembali lagi ke AS. Persoalan ini tidak hanya dialami Iran, juga warga negara Libya, Somalia, Suriah dan Yaman.
Sangat jelas kebijakan AS dan Israel sekarang ini di Iran sangat mendukung berbagai unjuk rasa di negara Mullah itu. Terakhir adalah kerusuhan yang terjadi di Iran pada hari Senin, 25 Juni 2018. Kita mungkin tidak bisa melupakan aksi unjuk rasa di seluruh kota di Iran pada 28 Desember 2017, di mana aksi kerusuhan itu berlangsung hingga 1 Januari 2018.
Dalam peristiwa ini, 14 orang tewas, termasuk seorang anggota polisi. Rakyat Iran memprotes kenaikan harga bahan pokok dan kesulitan air bersih, sama halnya dengan tuntutan aksi unjuk rasa baru-baru ini. Di dalam aksi unjuk rasa pertama, AS dan Israel mendukung aksi tersebut. Sudah tentu, unjuk rasa terakhir juga, didukung AS dan Israel.
Iran sekarang ini selalu didukung Rusia, baik di Irak, Suriah maupun Yaman. Kehadiran pasukan Iran di Irak, Suriah dan Yaman memang sudah sesuai dengan tujuan Iran ketika melahirkan Revolusi pada 11 Februari 1979, di mana Shah Reza Pahlevi, dukungan AS digulingkan Ayatullah Ruhullah Khomeini.
Dasar berpijak Revolusi Islam tidak lepas dari figur Ayatullah Ruhullah Khomeini, yang juga dianggap sebagai Imam, di mana dalam struktur masyarakat Iran yang 93 persennya menganut aliran Shiah (Syiah), di mana Imam merupakan panutan yang berlangsung turun temurun.
Menurut masyarakat Iran, meskipun imam-imam yang memimpin revolusi telah berusia lanjut, tetapi mereka adalah seorang ulama berpikiran cemerlang dan kharismatiknya mampu memimpin rakyat dari sebuah tempat yang jauhnya ribuan kilometer.
Meskipun demikian, sikap Rusia mendukung Iran sekarang ini, apakah tidak seperti mendukung Presiden Irak Saddam Hussein ? Karena, AS menyerbu Irak setelah semua anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (AS, Rusia, RRC, Prancis dan Inggris) sepakat tidak menggunakan hak veto. Rusia yang selama ini bersahabat dekat dengan Irak, karena negara Saddam Hussein itu berasal dari Partai Baath (berideologi Sosialisme) setuju serangan ke Irak di saat-saat terakhir.
Dukungan Rusia kepada Suriah pun sama, karena Partai Baath. Tetapi sekarang ini kepada Iran, hubungan dengan Iran hanya sekedar perimbangan kekuatan dengan AS. Di manapun di belahan dunia ini, perang memunculkan ide kreatif buat negara AS dan Rusia, memproduksi senjata mutakhirnya yang akan dijual kepada negara yang sedang berperang. Di Suriah dan Yaman, negara AS telah banyak menjual senjatanya ke Arab Saudi dan sekutunya. Sementara Rusia menjual senjatanya kepada Presiden Bashar al-Assad.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H