Lihat ke Halaman Asli

Dasman Djamaluddin

TERVERIFIKASI

Saya Penulis Biografi, Sejarawan dan Wartawan

Sulitnya Mengikuti Cara Berpikir Donald Trump

Diperbarui: 27 Mei 2018   08:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.timesofisrael.com

"Twitter" merupakan sarana berkomunikasi Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Presiden AS sebelumnya jarang melakukannya. Kalaupun ada, hanya satu dua cuitan. Itulah wajah pemerintahan AS sekarang ini.

Lebih menariknya jika kita berbicara tentang perkembangan terakhir di Semenanjung Korea. Bisa dibayangkan, bagaiman Teump Kamis, 24 Mei 2018 muncul di "twitter" milik pribadinya, meng " up load," keputusannya sebagai Presiden AS, bahwa pertemuan dirinya dengan Pemimpin Korea Utara (Korut) batal. Sebetulnya pertemuan kedua pemimpin negara itu direncanakan pada 12 Juni 2018 di Singapura.

Sudah tentu Pemimpin Korut Kim Jong-Un seperti tidak percaya, karena bukankah Korut sudah setuju dengan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) itu ? Bahkan Trump mengingatkan Korut akan peristiwa menyedihkan terhadap Pemimpin Libya Moammar Khadafi yang kejatuhannya pada tahun 2011 sangat mengguncang dunia internasional. Masuknya tentara AS di bawah Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), dalam hal ini sudah tentu mendukung pihak opisisi di Libya bisa mengakhiri kekuasaan orang kuat Libya itu. 

www.theguardian.com

Jika hanya terpaku kepada alur peristiwa di atas dengan memperhatikan surat resmi Trump yang dikirim kepada Pemimpin Korut tersebut, ada hal yang yang sangat fundamental buat Korut, yaitu negara harus memusnahkan seluruh senjata nuklirnya dan kemudian bahan-bahan untuk membuat senjata itu harus diserahkan kepada AS.

Kedua belah pihak setuju, maka diselenggarakan persiapan menuju ke KTT AS-Korut di Singapura. Tetapi tiba-tiba AS membatalkannya secara sepihak. Sangat anehnya beberapa saat kemudian, Trump masih membuka kemungkinan untuk bertemu. Saya berpandangan bahwa sikap Trump terakhir untuk ingin bertemu lagi didasarkan kepada larangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS agar Trump tidak menyatakan perang (memang dalam kasus Iran) tanpa persetujuan Kongres.

Tetapi amandemen pada hari Rabu, 23 Mei 2018 itu berpengaruh juga secara tidak langsung terhadap surat yang dikirimkan Trump kepada Kim Jong-Un. Berarti surat bernada mencobtohkan Korut sama dengan Libya, dengan adanya amandemen baru ini tidak mungkin terjadi. Karena apapun yang dilakukan Trump harus disetujui Kongres. Sekaligus sudah tentu menyadarkan Trump, tindakannya mengirim pesawat tempur bersama Inggris dan Prancis untuk membom Suriah, tanpa sepengetahuan Kongres AS tidak bisa dilakukan.

Dua hari setelah Trump membatalkan perundingan dengan Korut, Kim Jong-Un langsung  Jong-Un pada hari Sabtu, 26 Mei 2018 langsung bertemu dengan rekannya dari Korea Selatan (Korsel), Presiden Moon Jae-Un di tempat pertemuan mereka pertama kali, April 2018. Memang tidak banyak tersiar informasi tentang apa yang dibicarakan. Tetapi keinginan Pemimpin Korut bertemu Presiden Korsel, saya nilai sangat tepat. 

Masalah Semenanjung Korea, yang lebih utama harus diselesaikan kedua Pemimpin Korea, Utara dan Selatan. Masalah dengan AS, baik dengan Jepang, pihak Korsel bisa menyelesaikannya. Bukankah selama ini kita mendengar para Pemimpin Korsel terdahulu selalu melunakan hati Pemimpin AS yang hendak menyerang Korut ?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline