Lihat ke Halaman Asli

Dasman Djamaluddin

TERVERIFIKASI

Saya Penulis Biografi, Sejarawan dan Wartawan

Dukungan Rusia ke Bashar al-Assad Lebih Dikaitkan Ideologi Partai Baath

Diperbarui: 16 April 2018   18:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: dailymail.co.uk

Bashar al-Assad, Presiden Suriah, berhasil mengalahkan  gerilyawan dukungan Amerika Serikat (AS) dan gerilyawan Negara Islam di Suriah, karena bantuan Rusia. Para ahli teknologi dan ilmuwan Rusia lainnya sudah sejak lama berada di Suriah.

Keterkaitan Rusia dengan Suriah, juga Irak pada masa Presiden Irak Saddam Hussein berkuasa bukan dikarenakan Muslim Sunni atau Syiah, tetapi lebih dititikberatkan kepada dukungan Suriah dan Irak kepada Sosialisme Arab dengan kemenangan Partai Baath di kedua negara. Di Suriah, Partai Baath muncul di Suriah, yaitu pada tanggal 8 Maret 1963. Itu masih di bawah kepemimpinanan ayah Bashar al-Assad, yaitu Hafez Assad.

Di Irak muncul semasa Presiden Irak Saddam Hussein. Itu yang terlihat, karena ia sangat gandrung kepada keadilan. Saddam  ikut dalam kudeta berdarah menggulingkan pemerintahan Abdul Karim Kasim. Ia pun melarikan diri ke Suriah dan  Mesir.  Kembali ke Irak dan akhir 1963, terpilih sebagai anggota Pimpinan Regional Partai Baath. Tahun 1979, ia dipilih menjadi Presiden Irak.

Oleh karena itu, kedekatan Irak dan Suriah kepada Rusia yang waktu itu dinamakan Uni Soviet dikarenakan kedua pemimpinnya menganut Partai Baath yang berarti "kelahiran kembali itu," bukan dikarenakan agama. Jika dikaitkan agama sudah tentu berbeda-beda. Uni Soviet atau Rusia itu sudah tentu berpaham komunis, meski belakangan kebebasan agama sangat terasa.  Pengalaman Presiden Soekarno sebelum ke Rusia agar dicarikan dulu makam Imam Bukhari perlu kita simak. Permintaan Presiden Soekarno agar masjid dibuka untuk shalat pun dipenuhi Penerintah Rusia (Uni Soviet) waktu itu.

Setelah pasukan AS dan sekutu menyerang sekaligus menghancurkan Irak dan Presiden Irak Saddam Hussein digantung, situasi di Irak semakin tidak menentu. Seandainya Saddam tidak dijatuhkan, maka gejolak di negara seribu satu malam itu tetap stabil. Meski kita mengetahui, Saddam adalah penganut Sunni yang taat sementara penduduk Irak mayoritas menganut Islam Syiah.

Berbeda dengan di Suriah, dimana Presiden Bashar al-Assad adalah Muslim Syiah, sementara penduduknya mayoritas Muslim Sunni. Jadi jika keterkaitan Rusia dan Suriah bukan dikarenakan ideologi, Presiden Bashar al-Assad sudah lama tumbang. Di samping sudah tentu Rusia bersaing dengan AS serta sekutunya tidak terlepas dari masalah minyak dan keuntungan menjual senjata ke pihak masing.

Lihatlah kunjungan pangeran Arab Saudi ke AS baru-baru ini, terlihat dalam berbagai foto, di mana Presiden AS Donald Trump bertindak sebagai sales penjualan berbagai senjata mutakhir AS, sedang memperlihatkan berbagai jenis senjata modern kepada pangeran Arab Saudi. Pun Rusia dengan membantu Suriah sudah banyak mengirimkan senjata super canggih ke pemerintahan Bashar al-Assad.

Inilah yang terjadi di Suriah sekarang ini. Gempuran pesawat AS, Prancis dan Inggris ke berbagai fasilitas senjata Suriah dan sudah tentu dibantu Rusia, hanyalah sebagai ungkapan sedikit cemas, karena pasukan Suriah sudah berhasil merebut kembali wilayah-wilayahnya. Perkembangan terakhir yang kita lihat adalah, Irak dan Palestina menentang aksi pemboman pesawat AS, Inggris dan Prancis ke Suriah. Kalau demikian penduduk Palestina sudah benar-benar kecewa dengan Donald Trump yang akan memindahkan ibu kota Israel dari Tel Aviv ke Jerusalem. Sesuai pernyataan Trump sendiri, ibu kota Israel adalah Jerusalem.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline