Lihat ke Halaman Asli

Dasman Djamaluddin

TERVERIFIKASI

Saya Penulis Biografi, Sejarawan dan Wartawan

Setelah Tiga Tahun Berkunjung ke Irak

Diperbarui: 15 September 2017   12:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok.pribadi

Hari ini, 15 September 2017, tiga tahun yang lalu, tepatnya tanggal 15 September 2014, pesawat yang saya tumpangi Etihad Airways sudah mendekati Bandara Baghdad, ibu kota Irak.

Memang tidak seperti bandara internasional lainnya, suasana terasa agak sepi jika dibandingkan dengan bandara internasional lainnya yang sebelumnya saya kunjungi. Maklumlah sewaktu-waktu Bandara bisa saja dipakai oleh Angkatan Udara Irak, yang sejak kedatangan saya hingga hari ini sewaktu-waktu dipakai untuk mengusir kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS).

Bagaimana pun, kali ini ke Irak, saya bisa memakai pesawat jika dibandingkan perjalanan pertama ke Irak pada 13 Desember tahun 1992. Pada tanggal itu, meski tujuan utama saya ke Baghdad, Irak, tetapi langkah pertama saya tidak bisa langsung ke Baghdad seperti tahun 2014 itu. Saya harus menuju Yordania dulu. Dari sana, kemudian saya melalui darat naik taksi ke ibu kota Irak, Baghdad.

Jalan yang ditempuh waktu itu sekitar 885 kilometer yang menghabiskan waktu selama lebih kurang 13 jam. Itu pun melalui jalan datar, maklumlah melalui padang pasir yang sangat luas.Dahulu persoalan Irak adalah mengenai pemberlakuan Zona Larangan Terbang sepanjang garis paralel 36 di Utara Udara Irak dan 32 di Selatan Udara Irak.

Bukan hanya saya saja yang mengalaminya sebagai seorang wartawan, waktu itu di harian "Merdeka," pimpinanan Burhanuddin Mohamad Diah (BM Diah). Tetapi dari wartawan hingga kepala negara lain, harus melalui jalan darat.

Melalui surat BM Diah pula, saya diperkenankan masuk ke Irak oleh pemerintahan Presiden Irak Saddam Hussein.

Perjalanan saya ke Irak tahun 2014 karena diundang Duta Besar Indonesia untuk Irak waktu itu, yaitu Letjen TNI (Marinir/Purn) Safzen Noerdin.

Udara di kota Baghdad ketika itu, sangat panas. Saya dijemput di Bandara oleh staf Duta Besar. Dalam perjalanan ke Kedutaan Besar Indonesia, saya melihat masih ada gundukan tanah, akibat perang antara pasukan Amerika Serikat dan sekurunya melawan pasukan Irak yang setia kepada Presiden Irak Saddam Hussein. Pasukan Irak kalah total dan akhirnya Presiden Irak setelah melalui pengadilan, ia dianggap bersalah, karena selama pemerintahannya melakukan berbagai pembunuhan terhadap suku Kurdi dan kelompok Islam Syiah. Saddam Hussein tewas di tiang gantungan.

Perjalanan saya kali ini ke Irak dalam pengawalan militer Irak yang siap siaga di sudut kota. Foto Presiden Saddam Hussein yang ketika ke Irak tahun 1992, sudah tentu tidak ada lagi. Era Saddam Hussein telah berakhir.

Waktu saya banyak dihabiskan di Kedubes Indonesia di Baghdad. Dahulu di tahun 1992, saya hilir mudik di kota Baghdad, sekarang tidak mungkin. Bom-bom mobil hampir setiap hari meledak. 

Hari Jumat, tanggal 19 September 2014, pihak Kedubes memberitahu saya bahwa besok akan diajak ke Kufa (Kufah). Besok paginya sudah dipersiapkan mobil anti peluru, milik Kedubes Indonesia di Baghdad. Untuk menjaga berbagai kemungkinan yang terjadi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline