[caption caption="Buku Pak Safzen (Arsip)"][/caption]Graha Marinir, Jakarta pada Rabu malam, 30 Maret 2016 dipenuhi para petinggi petinggi TNI, khususnya dari Angkatan Laut RI. Kehadiran mereka sudah tentu berkaitan dengan undangan dari Dubes RI untuk Irak, Letjen TNI Mar (Purn) Safzen Noerdin (2012-2015) yang meluncurkan buku tentang pengalamannya selama bertugas di sana. Saya hadir di sana karena Pak Safzen tidak pernah melupakan saya dan undangan dikirim melalui HP.
Buku berjudul Hari-Hari Rawan di Irak itu diterbitkan oleh Penerbit Rajawali Consultant diterbitkan Maret 2016 , dan diluncurkan di Graha Marinir Jakarta, pada malam hari itu.
Safzen yang juga mantan Komandan Korps Marinir TNI AL itu menuliskan pengalamannya selama menjadi Duta Besar Indonesia di Irak. Dari laporan terakhir di Irak yang ditayangkan berbentuk buku dan juga dari film singkat di ruangan itu, benar bahwa situasi di Irak sangat rawan. Sangatlah wajar, jika para istri dan anak-anak para staf Kedutaan Besar RI di Irak, termasuk duta besarnya tidak diizinkan bersama mereka di Irak, sebagai antisipasi jika terjadi keadaan darurat, sesegera mungkin bisa hijrah ke negara tetangga tanpa beban psikologis.
[caption caption="Suasana peluncuran buku Pak Safzen (Dokumentasi ALRI)"]
[/caption]Dari laporan tersebut tergambar bahwa hampir setiap hari bom mobil meledak. Bahkan untuk itu Dubes kita di Irak memiliki dua mobil anti peluru di Kedutaan Besar Indonesia di Irak sebagai antisipasi jika Dubes atau stafnya pergi ke luar dari kedutaan besar yang dipagari tembok beton setebal 40-50 cm, kalau Allah mengizinkan, bisa selamat.
Mengapa saya juga tahu? Ya, sebagaimana saya tuturkan di atas, saya juga pernah diundang Pak Safzen Noerdin ke Irak pada September 2014. Hubungan erat saya dengan Pak Safzen di mulai ketika beliau belum menjadi duta besar. Secara pribadi hubungan saya dengan para Jenderal, ini adalah hubungan ketiga kalinya. Pertama kali saya berhubungan erat dengan keluarga Jenderal Anumerta Basoeki Rachmat. Karena Pak Basoeki telah meninggal dunia pada 10 Januari 1969.Melalui keluarga, lahirlah sebuah buku berjudul: Jenderal TNI Anumerta Basoeki Rachmat dan Supersemar (Jakarta: Grasindo,1998 dan 2008).
Selanjutnya Jenderal kedua yang saya kenal adalah Letnan Jenderal (Purn) Rais Abin. Dari perkenalan itu terbit buku: Catatan Rais Abin, Panglima Pasukan Perdamaian PBB di Timur Tengah, 1976-1979 (Jakarta: Penerbit Kompas,2012). Kata Sambutan (Sekapur Sirih) ditulis sendiri oleh Pak Jacob Oetama, Pemimpin Umum Harian Kompas.Oleh karena itu, perkenalan saya dengan Letnan Jenderal TNI/Marinir/Pur Safzen Noerdin adalah perkenalan ketiga saya dengan para jenderal.
Buat saya ke Irak pada 2014 menambah wawasan saya, karena pada Desember 1992, saya juga mengunjungi Irak atas undangan Kementerian Penerangan Irak. Itu pun atas jasa Pak Diah setelah senang dengan penerbitan bukunya yang saya tulis : Butir Butir Padi B.M.Diah, Tokoh Sejarah yang Menghayati Zaman (Jakarta: Pustaka Merdeka, 1992). Saya ke Irak waktu itu melalui Rusia karena keterkaitan Pak Diah yang pernah mewawancara Pemimpin Tertinggi Uni Soviet, Mikhail Gorbachev. Tiga malam di rumah keluarga Svet Zakharov, di Moskow, saya betul-betul diperlakukan dengan baik dan ramah. Hal ini tidak terlepas dari jalinan akrab Svet Zakharov dengan Harian Merdeka, apalagi saya ke sana atas rekomendasi B.M.Diah sebagai penanggung-jawab Grup Merdeka ( Harian Merdeka, Majalah Keluarga, Majalah Topik dan Indonesian Observer).
Di hari-hari yang senggang di Moskow, saya banyak membaca laporan pertemuan B.M.Diah dengan Mikhail Gorbachev di Kremlin pada 21 Juli 1987. Sejak memegang pucuk pimpinan di Uni Soviet lebih dua tahun berselang, Mikhail Gorbachev , Sekretaris Jenderal Partai Komunis Uni Soviet, banyak menarik perhatian dunia. Itu berkat tindakan-tindakan yang cukup mengejutkan, yang tak jarang jauh di luar ramalan pengemat politik sekalipun.
Saya tidak berhenti membaca laporan tersebut. Ikuti dialog B.M.Diah ketika bertemu Gorbachev:
{"Dengan ramah dan senyum persahabatan, ia (Gorbachev) memulai membuka kesempatan bagi B.M.Diah mewawancarainya. Wawancara B.M.Diah ini sekaligus untuk memperingati satu tahun pidato Gorbachev di Vladivostok yang merupakan angin baru pandangan Uni Soviet bagi kawasan Asia-Pasifik.
Mikhail Sergeyev Gorbachev: Saya senang ketemu dengan Tuan Diah. Saya mendengar banyak mengenai kegiatan Tuan. Tuan sudah beberapa puluh tahun aktif dalam bidang jurnalistik, bukan ?