Mahkamah Konstitusi (MK) jelang Pemilihan Umum Legislatif dan Presiden, 9 April dan 9 Juli 2014 mengeluarkan dua putusan penting. Pertama, menghapus istilah 4 Pilar. Kedua, tentang lumpur Lapindo yang ganti ruginya masih terkatung-katung.
Menurut saya kedua Putusan MK tersebut sedikit banyaknya berpengaruh terhadap pemilihan umum yang sedang berlangsung. Sudah tentu pertanyaan yang berikutnya mengapa MK mengeluarkan Putusan di tengah-tengah masyarakat masih bimbang memutuskan siapakah yang akan dipilih untuk menjadi anggota legislatif dan Presidennya. Karena bukan sekali ini saja, MK mengeluarkan Putusan-Putusan yang membingungkan masyarakat.
Beberapa contoh Putusan MK yang membingungkan masyarakat sebelumnya, adalah mengenai Pemilu serentak adalah Pemilu yang konstitusional. Yang dimaksud Pemilu serentak konstitusional itu untuk tahun 2019, bukan tahun 2014. Biasanya jika kita mengatakan Pemilu serentak konstitusional, maka lawan katanya sudah tentu tidak konstitusional jika tetap saja mengadakan pemilu tidak serentak. Tetapi yang anehnya Pemilu 2014 tetap dikatakan konstitusional. Tetapi itulah Putusan MK yang Putusannya "final" dan "mengikat." Kita harus tunduk, meski menggerutu. Upaya hukum lain tidak ada.
Kalau dua Putusan lain yang ingin kita bicarakan sekarang membingungkan, karena secara tidak langsung bisa berpengaruh terhadap pemilih. Putusan MK ini
[caption id="attachment_330294" align="alignnone" width="604" caption="Lumpur Lapindo ketika saya berkunjung pada 7 Januari 2014"][/caption]
memang tepat. Tetapi waktu untuk memutuskannya tidak tepat. Bagaimana mungkin pemikiran-pemikiran seorang politikus ulung PDIP dan mantan Ketua MPR Taufik Kiemas (alm) yang memunculkan 4 (empat) pilar dalam hidup bernegara di Indonesia, dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Dalam hal ini mengenai Pasal 36 Ayat (3) Huruf b Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011. Bunyinya:
"Partai melakukan pendalaman mengenai empat pilar berbangsa dan bernegara, yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI." Menurut MK, Pancasila tidak berkedudukan sama dengan tiga pilar lainnya. "Pancasila memiliki kedudukan yang tersendiri dalam kerangka berpikir bangsa dan negara Indonesia berdasarkan konstitusi.... oleh karena itu menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilar dapat mengaburkan posisi Pancasila dalam makna sebagai dasar negara, dasar filosofi negara, norma fundamental negara, ideologi negara dan cita hukum negara."
Putusan MK ini sangat tepat. Hanya sayangnya dikeluarkan saat akan diselenggarakannya Pemilu. Dapat dibayangkan sebelum Putusan MK ini, PDIP mengusung gagasan 4 pilar ini, karena memang gagasan itu datang dari seorang kader PDIP, Taufik Kiemas.
Kedua, Putusan MK terkait gugatan korban lumpur Lapindo. Ganti rugi tetap dibebankan kepada Lapindo Brantas Inc. Di sisi lain negara juga harus menjamin ganti rugi.
Selanjutnya Panitia Khusus (Pansus) Lumpur DPRD Sidoarjo meminta pemerintah untuk memberi pinjaman atau dana talangan kepada Lapindo Brantas Inc untuk melunasi ganti rugi korban lumpur.
"Amar putusan MK kalau dibaca multi tafsir. Tapi kalau kita baca secara seksama intinya ganti rugi tetap menjadi tanggungjawab Lapindo dan pemerintah harus menjamin itu," ujar Ketua Pansus Lumpur DPRD Sidoarjo Emir Firdaus, Jumat, 4 April 2014.
Dalam amar putusan tersebut dijelaskan jika negara dengan kekuasaan harus dapat menjamin dan memastikan pelunasan ganti rugi sebagaimana mestinya terhadap masyarakat di dalam wilayah peta area terdampak (PAT) oleh perusahaan yang bertanggung jawab itu. Karena itu pemerintah memiliki peran yang besar dalam masalah ganti rugi tersebut.
Sedangkan PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) mengaku kesulitan keuangan untuk melunasi aset warga korban lumpur sehingga harus ditindaklanjuti oleh pemerintah. "Solusinya adalah dana talangan atau dana pinjaman yang nantinya juga harus dibayar oleh PT MLJ," tandas Emir.
Politikus PAN tersebut menambahkan, jika pemerintah tidak memiliki itikad baik terkait amar putusan MK itu, ganti rugi korban lumpur tidak akan cair. Enterpretasi amar putusan itu bisa beragam karena tidak ada penegasan jika pemerintah diwajibkan membayar ganti rugi.
Pemerintah bisa melalui bank pemerintah memberi pinjaman ke PT MLJ untuk melunasi pembayaran ganti rugi korban lumpur. Pemberian pinjaman seperti itu pernah dilakukan pemerintah melalui Bank BRI tahun 2008 lalu.
Sebelumnya, Direktur PT MLJ Andi Darusalam Tabusala menolak dana talangan yang pernah diwacanakan menjadi solusi pembayaran ganti rugi. Namun, pihaknya bisa menerima jika pemerintah melalui bank pemerintah memberikan kredit seperti yang pernah dilakukan beberapa tahun lalu.
Jadi, meskipun sekali lagi saya menegaskan dua Putusan MK terakhir ini sangat tepat, tetapi hanya masalah waktu saja yang kurang tepat karena dalam Pemilu. Kalau kita bicara 4 Pilar, menyinggung tokoh PDIP, Taufiek Kemas dan kalau Lumpur Lapindo mengaitkan masalah ini kepada Pemerintah (koalisi yang dipimpin Partai Demokrat), dan sudah tentu Partai Golkar. Saya pun tidak tahu juga seberapa jauh Putusan MK berpengaruh terhadap dua Pemilu mendatang. Kita lihat saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H