Setiap kita memperingati hari Pahlawan,10 November, pikiran kita kembali mengingat para tokoh nasional yang berjasa kepada bangsa dan negara. Tidak terhitung banyaknya pahlawan-pahlawan bangsa di bidangnya masing-masing.
Di bidang pers juga tidak terhitung banyaknya.Hanya saya belum membaca di berbagai media atau yang menjadi Keputusan Pemerintah, bahwa seorang putera Aceh, Burhanuddin Mohammad Diah yang lebih dikenal dengan singkatan B.M.Diah masuk kategori pemerintah sebagai Pahlawan Nasional. Kalau dinilai jasa-jasanya di bidang pers banyak sekali pemikiran-pemikirannya yang bermanfaat untuk kemajuan bangsa dan negara ini. Melalui alat penyiarannya, Hariah Merdeka yang lahir pada 1 Oktober 1945, surat kabarnya banyak berjasa menyiarkan berita-berita sekitar perjuangangan bangsa dan negara, khususnya berita sekitar Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia.
Dari tangan B.M.Diah pula lahir coretan-coretan sejarah bangsa, karena selain sangat dekat dengan pendiri Republik Indonesia ini, Soekarno, ia adalah wartawan yang ikut terlibat dalam merumuskan naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di rumah Maeda yang kini berubah menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi.
Menarik kita simak adalah bahwa B.M.Diah muncul dengan pemikiran-pemikirannya untuk tetap memperjuangkan berdirinya Republik ini. Tidak mudah memang seseorang berpihak atau memiliki sikap mendukung Soekarno di saat-saat Revolusi Fisik terjadi. B.M.Diah ikut diombang ambingkan zaman, tetapi Hariah Merdeka yang dipimpinnya dengan motto: Berfikir Merdeka, Bersuara Merdeka dan Hak Manusia Merdeka menjadi mercusuar kepastian sikap bagi perjuangan bangsa ini. Meski dirongrong oleh berbagai pergolakan daerah, tetapi sikap Harian Merdeka tetap menjadi mercusuar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara ini.
Harian Merdeka--dengan kekhasannya:kop warna merah darah--memang tidak dapat dilepaskan dari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945. Terbitnya hanya satu setengah bulan setelah bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Ia terbit pada saat bangsa Indonesia tengah berjuang merebut periuk nasinya sendiri dari tangan penjajah, pada saat suatu bangsa tengah berusaha menegakkan suatu negara republik yang bernama Indonesia.
B.M.Diah adalah generasi tiga zaman yang menunjukkan dalam cita-cita dan perilakunya, suatu garis yang konsisten dan konsekuen untuk menghayati dan mengamalkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila.
Menurut Virga Belan, pada waktu itu wartawan senior di Harian Merdeka, "sekian puluh tahun Harian Merdeka telah tegak sebagai suatu alat demokrasi dan pemancar cita-cita bangsa yang paling konsekuen di Indonesia. Ia terbit pada saat bangsa Indinesia tengah berjuang hak hidup dari tangan penjajah."
Garis politik Harian Merdeka berlandaskan Republik Indonesia, Pancasila dan UUD '45. Pada tahun 1945 bergabung dengan Soekarno dan semua partai politik melawan Sjahrir dan kawan-kawan, kaum Sosialis, golongan Borjuis dan para pihak yang bekerja sama dengan Belanda.
Pada tahun 1947 saat Perjanjian Liggarjati bersatu dengan PNI, Masjumi melawan Partai Sosialis dan PKI.Kekonsistenan Harian Merdeka ditunjukkan pada tahun 1964, yaitu menentang PKI.
B.M.Diah lahir 7 April 1917, di Kotaraja, Aceh yang sekarang bernama Banda Aceh. Meninggal dunia pada 10 Juni 1996 karena gagal ginjal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H