Kiai Giling Wesi Pendiri Desa Sawangan
oleh Daryono
Di Kabupaten Wonosobo terdapat desa yang bernama Desa Sawangan. Di Desa Sawangan terdapat cerita tentang pendiri Desa Sawangan yang bernama Adipati Anom. Adipati Anom mendapat julukan Kiai Gilingwesi. Julukan ini menyebar di kalangan masyarakat pada masa itu dan melekat dengan Desa Sawangan hingga kini. Kisah nama Gilingwesi dimulai pada saat pasukan Belanda datang ke Pulau Jawa. Kabupaten Wononobo juga termasuk daerah yang menjadi sasaran invasi pasukan belanda.
Pada saat penjajah Belanda melalui jalan-di daerah yang sekarang termasuk wilayah Desa Sawangan-untuk masuk ke wilayah Wonosobo ada seseorang yang sedang menggulung ijuk pohon aren untuk dijadikan tali. Tetapi pada saat pasukan Belanda melihat seseorang itu yang dilihat oleh pasukan Belanda adalah seseorang yang sedang menggulung tali besi. Orang tersebut adalah Adipati Anom. Hal inilah yang menyebabkan Adipati Anom mendapat julukan Kiai Gilingwesi karena mampu menggiling besi. Dalam kisah yang lain yang tersebar di kalangan masyarakat bahwa Adipati Anom bisa merubah lembaran besi menjadi bulat, dan merubah besi menjadi lunak.
Kisah yang lain disebutkan bahwa pada waktu daerah tersebut masih berupa hutan yang ditumbuhi tanaman garutan dan kucingan. Daerah tersebut kemudian dijadikan sawah oleh Kiai Gilingwesi.
Pada suatu malam Kiai Gilingwesi menyuruh istrinya untuk memasak nasi sebanyak dua adangan ( dua kali menanak nasi). Dua tanakan nasi ini jumlahnya cukup banyak untuk ukuran keluarga itu. Karena merasa janggal. Nyai Gilingwesi bertanya "Kiai, untuk apa nasi sebanyak itu?".
"Nyai tidak usah ingin tahu, Nyai cukup tahu beresnya saja." Jawab Kiai Gilingwesi.
Ketika tengah malam tiba, nasi sudah matang, Nyai Giling wesi belum juga tidur. Pada saa itu Kiai Gilingwesi hendak pergi ke sawah. Nyai Gilingwesi ingin ikut tapi dilarang oleh suaminya.
Pada pagi harinya Nyai Gilingwesi menyuruh batur-nya untuk mencangkul di sawah. Batur tersebut pergi ke sawah untuk melaksanakan tugas dari Nyai Gilingwesi. Begitu sampai di sawah, batur tersebut kaget, sawah begitu luas sudah dibajak dan siap untuk ditanami.
Dengan perasaan terheran-heran batur tersebut kemudian kembali pulang untuk melaporkan kepada Nyai Gilingwesi. Belum sempat melaporkan, Nyai Gilingwesi bertanya "Kenapa batur pulang cepat cekali, apa sawahnya sudah dicangkul semua?" Batur menjawab "tidak ada lagi yang perlu dicangkul Nyai, semua sawah sudah menjadi hamparan sawah siap tanam."
Mendapat jawaban seperti itu, Nyai Gilingwesi terkejut. Ia pun membatin "Siapakah yang telah menyelesaikan semua itu dalam waktu semalam? Padahal kemarin sore sawah tersebut, belum sedikit pun dicangkul, tapi mengapa saat ini sawah sudah dicangkul?"