Lihat ke Halaman Asli

Idul Adha yang Kehilangan Konteks Ibadah Haji

Diperbarui: 20 Agustus 2018   19:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(AFP PHOTO/MOHAMMED AL-SHAIKH)

Hari Idul Adha tahun 1439 H kita berbeda dengan Saudi sebagai pusat pelaksanaan haji. Berdasar sidang itsbat penentuan 1 Dzulhijjah oleh pemerintah dijelaskan bahwa perbedaan diakhir bagian oleh posisi bulan yang berbeda, sehingga hilal tidak terlihat di seluruh titik pengamatan di Indonesia, padahal penentuan bulan baru dengan Rukyatul hilal hal ini sejalan dengan firman Allah yang menyatakan bahwa "hilal sebagai penentuan waktu dan ibadah haji".

Jika kita perhatikan ayat itu, terdapat cluster khusus ibadah haji". Apakah klausul khusus ini tidak bermakna? Sehingga dalam menentukan idul adha kita tetap menggunakan petunjuk umum, hilal sebagai di suatu tempat (wilayah RI) dan tidak mengaitkan dengan ibadah haji? Jika ya, untuk apa Allah menyatakan khusus "wal Haj"?

Bukankah itu berarti ada kekhususan terkait dengan ibadah haji? Bukankah ibadah haji tidak dilaksanakan disembarang tempat? Bukankah ibadah haji esensinya adalah wukuf di Arafah sebagaimana ditegaskan oleh Baginda Rasulullah, "Haji adalah Arafah"? Dan oleh karena itu penentuan hari wukuf sudah barang tentu "Locally" hilal di Arafah  Dalam konteks musim haji tahun ini 9 Dzulhijjah jatuh hari ini ditandai dengan pelaksanaan wukuf di Arafah?

Dengan hari ini wukuf, berarti besok adalah idul adha, hari di mana diharamkan berpuasa. Padahal di Indonesia besok dinyatakan 9 Dzulhijjah, dan masyarakat akan melaksanakan puasa Arafah. Padahal hari Arafah, di tempat yang memiliki Padang Arafah justru hari ini. Lantas kita besok puasa untuk Arafah yang mana ?

Pengambilan keputusan terkait dengan Dzulhijjah dengan penentuan "mawakit Lin nas" secara umum, akan melahirkan kita kehilangan konteks ibadah dengan realitas ibadah itu sendiri. Puasa Arafah kita dapat kehilangan konteks dengan pelaksanaan wukuf di Arafah itu sendiri sebagai esensi dari Ibadah Haji.

Jika kita melepaskan konteks dengan ibadah haji, lantas apa makna bulan ini disebut sebagai bulan Dzulhijjah ? Apa relevansinya dalam khutbah khutbah idul adha kita sampaikan kisah keluarga Nabi Ibrohim AS, yang napak tilasnta tercermin dari ibadah haji jika kita melepaskan keterkaitan idul Adha kita dengan peristiwa Arafah ?

Lebih ironis lagi tentunya adalah konsekuensi hukum jika besok kita berpuasa Arafah padahal aktanya Jamaah Haji sudah ber-idul Adha, bukankan berpuasa pada idul Adha itu diharamkan ? Lebih dari itu, ketika kita menyembelih qurban di hari terakhir hari tasyrik dalam penentuan kita, padahal itu sudah tanggal 14 di Arafah ?

Sudah barang tentu, hanya "ahlinya" yang memiliki otoritas untuk menentukan itu semua. Namun demikian, sebagi umat, penulis merasa jika mengikuti idul Adha tanggal 22 Agustus sebagaimana ditenttukan oleh pemerintah, itu terasa kehilangan kontek dengan ibadah haji yang saat ini sedang mencampai puncaknya wukuf di Arafah. Meskipun penulis memiliki hak pribadi untuk memilih kapan beridul Asha, besok puasa Arafah atau tidak dan lain-lain. 

Wallahu a'lam bishowab




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline