Lihat ke Halaman Asli

Selamat Hari Musik, Selamat Berdangdut Makin Asyik

Diperbarui: 10 Maret 2018   12:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Selamat Hari Musik Nasional 2018, semoga dengan adanya musyik, dunia bergairah makin asyik. Semoga dengan musik yang makin asyik, perbedaan politik tidak membuat persatuan bangsa terusik. Terkait dengan hari musik, sebagai pecinta musik dangdut, penulis teringat deklarasi musik dalam lirik lagu berikut : 

"Aku mau bicara soal musik
Tentu saja bagi penggemar musik.

Dimana mana di atas dunia
Banyak orang bermain musik
Bermacam macam itu jenis musik
Dari yang pop hingga kelasik

Musik yang kami perdengarkan
Musik yang berirama Melayu
Siapa suka mari dengarkan
Yang tak suka boleh berlalu

Bagi pemusik yang anti Melayu
Boleh minggir jangan mengganggu
Biarkan kami mendendangkan lagu
Lagu kami lagu Melayu..

(Musij, Rhoma Irama)

Lagu Rhoma irama yang ngehit awal tahun tujuh puluhan sewaktu penulis duduk di bangku SMP (waktu perpisahan SMPN 2 Brebes di Gedung Nasional lagu itu dinyanyikan temen penulis bernama Thoyyib) Penulis nilai sebagai deklarasi bermusik dari Sang Radja Dangdut Rhoma Irama.

Deklarasi itu menurut hemat penulis sangat fenomenal dan penting bagi siapapun penggemar musik khususnya penggemar musik tanah air, terkait dengan posisi musik yang sekarang disebut musik dangdut dalam blantika musik nasional. Oleh karena itu, pada hari musik Nasional kali ini, penulis merasa perlu sekedar memaparkan terkait musik sejauh penulis pahami dari keterlibatan penulis sebagai pecinta musik Indonesia. Tulisan ini bersumber pada pengalaman pribadi yang ada, sebagai pandangan orisinal, opini pribadi bukan bersumber dari referensi. Bahan tulisan juga bertumpu pada ingatan pribadi.

Meski musik dikatakan sebagai bahasa universal, dan hal ini banyak dinyatakan sebagai pemeo terutama oleh para politisi untuk merangkul semua penggemar musik dari berbagai jenis aliran, genre atau boleh dikata mahdzab (tentu tujuannya adalah dukungan di pemilu) namun realitasnya musik selalu berhadapan dengan "telinga" penguasa yang telah dipasangi filter "likes and dislike". Filter itu tentu sangat terkait dengan jargon utama yang dipegang teguh penguasa.

Contoh dari fenomena di atas adalah penerapan saringan suka dan tidak suka dari regim orde lama terhadap musik pop yang dijuluki musik "nggak ngik ngok" Pada masa dan era lain, era Orde Baru, dimana orkes Melayu (OM) atau kini lebih familiar disebut sebagai musik dangdut, awalnya disudutkan. 

Bahkan dengan Jargon pancasilaisnya orde baru mendiskreditkan musik dangdut terutama berupa isolasi dari media televisi satu satunya TVRI. Penulis melihat selain alasan karena lagu "laa Ilaha illallah' yang dinilai tidak pancasilais (padahal menyampaikan makna surat Al Ikhlash ) tetapi juga karena realitasnya Rhoma Irama memang berseberangan politik dengan orde baru.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline