Lihat ke Halaman Asli

Riak Kembara

Diperbarui: 4 Januari 2018   23:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Matanya membisu,
tak sehuruf pun tergores di retina
Telinganya berkisah
dengung seribu lebah
Yang membuatnya gelisah
Ada sebongkah gairah
di langkah lelah.
Tersandung terhuyung,
di jalan berliku penuh keluh,
peluh yang mengucur
ukur tadabur terbujur

Desir bibir mengukir tabir fikir,
pada supermoon yang menakik
pasang naik di atas bumi tertindas
oleh emisi kembang api dan teriak batu cadas
Di bawah komando Rahib Yahudi
kebisingan membutakan mata
seakan Isrofil tak kan pernah tampil
Lalu Ridwan taburkan kesturi
Dan Malik menarik pematik,
di awal jerit penyesalan menggema
panjang mengerikan tak bersela

Wahai juru bicara Jiwa !
Bisakah kita bersekongkol
layaknya pokrol pokrol
di pengadilan konyol ?
Dan kau saksi diri,
bisakah kita kompromi ?
Menghapus jejak mu
yang tertapak di atas hamparan pasir
serakan dosa dosa ku ?

Tuhan,
hamba Jiwa riak kembara,
dapatkah menjelma mutiara
di ketenangan dasar samudra ?

Menunggu seru merdu-Mu

wahai Kekasihku !

Jakarta, 4 Januari 2018




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline