Pancasila bukanlah sekedar untaian kata-kata yang ditulis berdasar imajinasi, tetapi Pancasila merupakan deskriptif dari fakta kehidupan bangsa Indonesia yang telah berlangsung ribuan tahun, dan digali oleh Founding Fathers untuk menjadi landasan (dasar) bagi negara yang belum diproklamirkan saat itu. Berpancasila berarti menerapkan deskriptif dari keseluruhan 5 (lima) sila itu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara` Dalam tinjauan akademis, maka diperlukan definisi operasional dalam konteks menjalankan pancasila itu, juga diperlukan indikator-indikator legal formal untuk dapat menetapkan kita sudah berpancasila atau belum.
Untuk memahami keseluruhan isi pancasila, maka kita tidak bisa hanya dengaan membaca kata-demi kata dalam Pancasila, tetapi juga harus memahami semangat/spirit yang melingkupi lahirnya rumusan sila demi sila itu. Hal ini dapat dianalogikan dengan tuntutan untuk memahami ayat-ayat ktab suci yang sangat ditekankan memahami azbabul nuzulnya, atau dalam konteks al hadits sangat ditekankan memahami asbaabul wurutnya. Dalam kontek inilah memahami lahirnya rumusan Pancasila 1 Juni 1945 dengan serangkaian musyawarahnya (sidang) sangat diperlukan. Dan memeperingati Hari lahir Pancasila, 1 Juni akan menjadi relevan jika kita berusaha menangkap spirit yang melingkupinya.
Dalam konteks itu, maka upaya Orde Baru menghilangkan peringatan lahirnya Pancasila sesungguhnya merupakan langkah menghilangkan upaya memahami Pancasila itu sendiri, dan dengan menggantikannya dengan Peringatan Hari kesaktian Pancasila, merupakan upaya "mengubur peran" para founding fathers dengan nilai-nilai spiritnya, perlu dipahami, bahwa berbicara tentang lahirnya Pancasila bukan berarti hanya meneguhkan peran "Bung Karno" tetapi sesungguhnya meneguhkan dan mencoba belajar dan meneladani spirit para founding fathers dalam "merancang bangun Negara Kesatauan Republik Indonesia". Sintimentil pribadi yang bersifat negatif dan mengedepankan ketokohan pribadinyalah yang menyebabkan Rezim Orde Baru mengubur Peringatan Hari Lahirnya Pancasila, yang dengan berarti mengubur pula upaya pemaham Pancasila dari spirit penyusunannya.
Dalam pandangan penulis, paling tidak ada tiga spirit yang menonjol terkait lahirnya pancasila, tiga spirit itu adalah Spirit Religius, Patriotisme dan Spirit Membangun Indonesia Hebat, Berikut diuraikan secara singkat ketiga spirit tersebut :
Pertama, spirit Religius (spiritual), sangat nampak spirit spiritual sari para founding fathers, dalam merancang bangun "fondasi" yang di atasnya akan dibangun negara yang bernama Indonesia. Tanpa spirit spiritual, man jadda wajadda, dimana para faounding fathers yakin jika berusaha sungguh-sungguh Allah akan membukakan jalan kemudahan, maka tidak mungkin Indonesia yang masih dalam cengkeraman kolonialisme jepang bersemangat membangun fondasi. Meski jepang berjanji memberikan kemerdekaan Indonesia di kemudian hari, tetapai siapa menjamin kalau Jepang tidak lupa akan janjinya dan merubah akan memberikan kemerdekaan Indonesia di hari kemudian (the day after) ?, artinya tidak akan pernah memberikan kemerdekaan ? Siapapun tidak akan pernah mengira bahwa jepang akan luluh lantak dan bertekuk lutut akibat meledaknya bom atom di Hirozima dan Nagasaki. Dalam kontek spiritual, karena para founding fathers telah bersungguh-sungguh melakukan upaya membangun fondasi dengan lahirnya Pancasila 1 Juni 1945, maka orang Brebes bilang, ndilalah Amerika Serikat ngebom Jepang.
Semangat religius juga nampak pada penetapan prinsip "Ketuhanan Yang maha Esa" sebagai sila pertama, dan dijadikan bintang lima sebagai simbolnya. Lambang bintang sebagai obyek yang bercahaya, yang menerangi adalah perlambang Indonesia keluar dari jalan gelap (dhulumat) ke jalan Terang (ilannuur). Artinya religiusitas menerangin memberi cahaya bagi sila-sila lain, Dan juga bermakna bahwa landasan utama kita membangun Indonesia adalah kemenangan kemuliaan, sebagaimana makna bintang itu sendiri, Indonesia menjadi bintang, bagi dunia. Spirit ini juga nampak pada pernyataan kemerdekaan Indonesia dalam mukadimah UUD 1945, "berkat rahmat Allah yang maha kuasa dan dengan didorongkan ... dst.
Spirit patriotisme dalam makna mengedepankan kepentingan bangsa, sangat knetara dalam dinamika sidang-sidaang perumusan dasara negara Pancasila. Kita dapat belajar, meski berbeda-beda dengan segala argumentasi absahnya, para pendiri bangsa memberikan teladan kepada kita semua, bahwa kepentingan bangsa harus dikedepankan. Semangat kebersamaan, spirit persatuan lah yang memungkinkan dari berbagai pandangan dengan segala argumentasi absahnya bisa melahirkan kesepakatan bersama. Tan seangat itu, tidak mungkin sebuah fondasi kokoh, yang beraslah dari bahan-bahan mulia yang ada di bumi nusantara tidak pernah terbangun.
Jika kita pahami kelima sila dari Pancasila, maka kita bisa menangkap spirit para pendiri bangsa untuk membangun Indonesia yang hebat, yang dalam bahasa agama diungkapkan sebagai negara yang "baldatun thoyibatun Wa Robbun Ghofur". sejalan dengan spirit religiusitas itu sendiri. JIka kita kembalikan Pancasila sebagai Yuridis ketatanegaraan kita, sumber hukum dari produk-produk hukum kita, maka breakdown dari sila-sila itu akan melahirkan sebuah tatanan negara yang modern, bersatu adil dan makmur. Indonesia akan kembali hebat, jika dalam berbangsa dan bernegara prinsip-prinsip dari 5 prinsip itu diterapkan dengan spirit sebagaimana para pendiri bangsa miliki.
Benang merah dari tulisan di atas, maka menyambut Hari lahirnya Pancasila 1 juni esok lusa, yang paling relevan dalam memperingatinya adalah mari kita berpancasila, dengan meneladai spirit para pendiri bangsa, oleh karena itu, mempelajar dengan spirit itu bagaimana Pancasila dirumuskan sangat perlu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H