Bukti KPU cuci tangan menyerahkan permasalah Pileg untuk diajukan gugatan ke MK sangat kasat mata. Padahal ruang untuk melakukan tugas nya dengan teliti dan saksama masih terbuka jika KPU punya maksud baik dengan permohonan Perppu. Dalam beberapa tulisan lalu, penulis menyarankan untuk memanfaatkan Perppu. bahkan jika memang sangat diperlukan untuk tetap menyelenggarakan Pilrpes sesuai waktu yang diperlukan diperlukan Perppu pelaksanaan Pilres tanpa PT. Sayangnya KPU lebih suka "ngebut" menyelesaikan tugas merekap dengan konsekuensi banyak meninggalkan catatan atas hasil Pileg 9 April 2014 itu.
Untuk menghindari hasil pileg yang delegitimatif banyak desakan untuk diadakan pileg ulang, hal ini dilandasi oleh ralitas Pileg yang kasat mata penuh kecurangan masif, bukan hanya melibatkan caleg tetapi juga penyelenggara. Bahkan jika ditelisik lebih jauh kemungkinan terungkapnya money politik yang dibiayai asing untuk memperjuangakn fasted interest nya sangat terbuka hal ini boleh jadi melibatkan partai politik tertentu.
Walaupun secara pribadi penulis lebih memilih "membersihkan" hasil pileg 9 April 2014 dari anasir kecurangan masif dalam artian tidak perlu Pileg ulang, hanya benar-benar menelisik baik sampai ke akar-akarnya, yakni aktor intelektual pelaku kecurangan massif dalam penggelembungan suara, dan penelisikan sampai ke sumber money politik dari pelanggaran money politic. Pilihan ini tentu dilandasi oleh pertimbangan ekonomis, dari pada harus mengeluarkan dana kembali yang kemungkinan juga banyak mayarakat yang enggan melakukan pemilihan ulang. Alasan ke dua, proses pemmbersihan anasir kecurangan dengan mediskualifikasi dan eliminasi suara caleg/partai bersangkutan ini meski pada akhirnya hanya menghasilkan 10 % yang tidak terlibat (Pemberitaan menyebutkan 90 % Caleg terlibat) atau hanya beberap partai yang tidak terdiskualifikasi ini dapat dipahami, karena konsekuensi menegakkan hukum dan keadilan. Mereka yang sudah melanggar role of the game memang layak menerima punishment.
Bagaikan lomba jalan cepat, mereka yang benar-benar melangkah jalan dengan tepat, tidak melakukan pelanggaran aturan (gerakan melayang misalnya) hanya beberapa pejalan cepat, maka merekalah yang layak diperhitungkan dalam penentuan pemenang, meskipun puluhan lainnya telah didiskualifikasi karena melanggar aturan. Itulah konsekuensi penegakkan role of the game. Demikian juga jika kita akan mengakkan aturan main pemilu, maka kontestan yang telah melakukan pelanggaran dan kecurangan masif yang memungkinkan didiskualifikasi dan dieliminasi harus kita eksekusi sebagaimana harusnya. Ini dapat menjadi preseden yang baik untuk pelaksanaan pemilu kedepannya.
Namun demikian jika memang banyak komponen bangsa yang lebih sepakat dilakukan pileg ulang, maka beberapa masukan penulis ajukan.
1. Pileg ulang hanya untuk DPR RI, dengan peserta caleg/partai yang tidak tereliminasi/diskualifikasi akhibat terlibat kecurangan masif dan penggunaan dana asing, jika memang yang bermasalah hanya pada Pileg DPR RI.
2. Untuk itu diperlukan investigasi menyeluruh yang melibatkan juga masyarakat termasuk berbagai lembaga independen, Mahasiswa dan Pemuda.
3. Pileg ulang dapat dilaksanakan berbarengan atau setelah Pilres.
4. Baik dilaksanakan sesudah (ciri has presidential) atau sebelum Pilpres, maka diperlukan 2 perppu, yakni peraturan pemerintah pengganti undang Undang untuk pelaksanaan Pileg Ulang di tambah Perppu pilpres 2014 yang tidak menggunakan persyaratan PT.
Dengan demikian kehawatiran terjadinya kekosongan kepemimpinan tidak terjadi, presiden dapat terpilih, dan pelantinkan Anggota legislatif yang direncanakan tanggal 1 Oktober 2014 Juga dipenuhi. Hal ini memang memerlukan satu syarat saja, yakni kemauan kita untuk menyelamatkan Indonesia. Mudah-mudahan masukan ini ada manfaatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H