Lihat ke Halaman Asli

Kriminalitas Pemilu Dan Syzoprenia Politisi

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pileg 2014 sebagai plige dengan kecurangan masif  telah kita ketahui bersama. Realitas pemilu yang dipemuhi residivis pemilu dari para penyelenggaranya juga sudah kita pahami. Penulis mengalami sendiri betapa  perampokan suara pileg 2014 sangat sadis. Puluhan Ribu murid, Alumni, Orang Tua Murid, guru dan karyawan beberapa sekolah, plus masyarakat luas yang melapor menobolos ternyata sampai di KPU pusat residu suara itu  hanya tinggal ratusan, hanya hitungan sejumlah murid beberapa kelas saja. Sungguh absurd ! Subhanallah, laa khaula walaa quwwata illaa billah !


Sungguh sangat disayangkan moment yang harusnya dimanfaatkan untuk perubahan menuju Indonesia Emas, justru dipenuhi kriminalitas. Menurut pakar psikologi  Prof. Sarlito wirawan Sarwono, adanya berbagai kriminalitas muncul akhibat pelaku tidak memiliki sentuhan kasih Allah melalui tangan orang tuanya. Sementara itu, kasih dalam psikologi berpangkal pada emphatik.


Dengan emphati, orang bisa merasakan perasaan orang lain, semangatnya orang lain, atau keputusasaan orang lain dsb. Sehingga orang tidak akan menyakitai atau merugikan orang lain. Karena ia sendiri pun tidak mau disakiti atau dirugikan. Ia senang menolongdan membahagiakan orang lain, karena ia pun senang kalau ditolong dan dibahagiakan. Caleg yang memiliki emphati tidak mungkin mencurangi caleg lain karena dia pasti tidak senang kalau dicurangi. Penyelenggara pemilu tidakan akan menyingkirkan caleg tertentu karena dia juga tidak juga disingkirkan.


Dalam konteks demikian, maka Para Caleg, Pengurus Partai, penyelenggara Pileg yang telah melakukan kecurangan masif yang pada hakekatnya adalah kriminalitas masif yang kurang mendapat sentuhan kasih Allah. Dengan terpilihnya para kriminal, maka akan menjadi penyelenggara negara yang kriminal dan  mengingat Pilge kriminal ini hasilnya digunakan untuk Pilpres, maka Capres/Caeapres yang maju pun adalah capres/cawapres kriminal, akan terus bertlanjut dapat menjadi  Negara kriminal (Cimimal  State). negara Kriminal akan memberikan cap bagi bangsa ini sebagai bangsa Kriminal.


Dalam melakukan kriminalitas, caleg-caleg tersebut tentu tidak berdiri sendiri. Kriminalitas Money Politik, sudah barang tentu melibatkan masyarakat. Walaupun realitasnya masyakarakat terlibat dengan money politic, namun penulis masih percaya sesungguhnya masih banyak yang hanya terseret, menerima kriminalisme money politic dengan setengah hati, bahkan terpaksa, bahkan mungkin jaya terpengaruh oleh "jargon" hipokrit "ambil uangnya jangan coblos orangnya" yang semestinya tidak perlu terjadi. Na'udzubillah.


Menghadapi fenomena kriminalitas masal yang berarti tidak adanya kasih ilahi yang tercurah kepada anak-anak bangsa akhibat tidak adanya emphatik, maka sudah seharusnya para  orang tua, guru, ulama dan  kita semua harus menumbuhkan emphatik pada hati tiap anak bangsa jika bangsa ini ingin bebas dari berbagai tindak  kriminal, paling tidak menguranginya. Sebagai guru ini juga merupakan tugas berat dan tidak kalah mulianya dengan menjadi Legislator, yang boleh jadi akan terseret pada permainan para kriminal.


Subhanallah, Gelitik Nih : SYZOPRENIA POLITISIMungkin hampir semua kita tahu kalau hasil Pileg 9 April 2014 masih disengketakan. Sebelas dari 12 Partai Politik Nasional peserta pemilu mengajukan Gugatan Ke MK. Maka pertanyaan pun muncul : layakkah hasil Pileg yang masih disengketakan menjadi pijakan bagi Pilpres mendatang ?

Anak kecilpun tahu, jika para politisi konsekuen dengan Gugatan ke MK, maka semestinya tidak menjadikan hasil Pileg yang dikeluarkan oleh KPU sebagai dasar apapun. Namun apa yang terjadi, Para politisi itu justru sibuk menjadikan Hasil Pileg sengketa itu sebagai proses kualisi pilres mendatang.

Hal itu berarti, dalam diri para politisi itu ada jiwa yang ganda, ada kepribadian ganda yang disebut Syzoprenia, kepribadian terbelah. Jika demikian Indonesia sungguh dalam bahaya besar karena para pemimpinnya mengindap Syzoprenia. Semoga tidak !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline