Lihat ke Halaman Asli

Lenggak Lenggok Jakarta

Diperbarui: 19 Desember 2016   18:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Ibu kota marah, Jakarta marah” seru anak gadis kecil itu seraya ketakutan dengan maraknya serial aksi demo baru-baru melintas di depan rumahnya. Saya muak melihat orang ke Jakarta yang bukan orang Jakarta. Saya heran dengan orang-orang yang sok pintar ngurusin dan benarin dosa-dosa Jakarta padahal masih anak sekolah. “Mau naik kuda?” sahut seorang bapak gagah itu kepada anak gadis kecil tadi.

Ibu kota Jakarta lebih kejam daripada ibu tiri, siapa suruh datang ke Jakarta, tetapi Jakarta ibarat seorang gadis molek yang siap dipinang. Banyangkan ada perjaka muda sampai tua-tua keladi saling berlomba memperebutkan hati Jakarta. Pilkada bak coblang, sangat terbuka ramah, kadang tertawa geli jika dibohogin tapi suka ganas jika diledekin. Jakarta, sangat sulit menentukan pilihan atas srikandi bertopi kejujuran dan kebenaran meminangmu. Ada, tapi sulit. Sulit karena ada iri dan dengki. Iri dan dengki politik itu biasa, asal tuli kan “baper.”

Jakarta molek sudah pintar make-up ber-lenggak lenggok membuat penasaran baik politikus setengah banya maupun politikus karbitan. Lenggak lenggok Jakarta tak manusiawi – itu pencitraan. Dimana-mana penggusuran - padahal relokasi. Paling enak menggoda itu dengan kebohongan, anehnya kebohongan sering dianggap sebagai kebenaran. Menggoda Jakarta harus punya banyak trik merayu. Tetapi, jangan termakan isu dengan kata-kata, “akan-akan-akan”. Jakarta sudah bosan  dirayu “akan-akan-akan”, sudah kadung dengan kata-kata “sudah-sudah-sudah”, kecuali ada tali persaudaraan yang tak dapat putus karena selalu diikat erat dengan “isu”.

Tak ada yang mudah, masa pinangan adalah masa pertandingan bagi yang “akan” dan yang “sudah”, dengan panggung tanpa saling peduli. Saling menjelekkan tidak dibolehkan tapi dilakukan, saling serang fakta juga boleh asal jangan lupa bawa data, semua saling dibolehkan hanya tidak ada saling dukung.

Jakarta kota besar, butuh gagasan besar dari pikiran besar, bukan dari pikiran kecil mengandalkan massa besar. Tak satu pun gadis mau dipinang hanya karena ditakut-takuti. Jakarta kejam, tak mempan biar bawa orangtua untuk merayu, tak mempan bagi sok kebapakan hanya di depan kelas, tapi mata bisa kaget melihat orang yang urat takutnya sudah putus. Hanya gubernur yang memiliki kemampuan berpikir tanpa mikir yang sanggup benahi Jakarta. Pikiran besar di kertas dengan pikiran picik di hati, sudah ke pinggir laut aja sekalian nanti ikutan direklamasi. Kesantunan Jakarta adalah kenyaman orang berkendaraan. Kebahagian Jakarta adalah kebebasan dari banjir. Kehebatan Jakarta adalah fasiltas murah berobat bagi yang sakit. Keasyikan Jakarta adalah beasiswa pelajar sampai tingkat PT. Kesatria Jakarta adalah koruptor dapat bertekuk lutut sampai kesundut di KPK. Kelucuan Jakarta adalah masih ada aja mulut comberan pintar koar-koar dan jagoan mengelola pengalihan isu.

Jakarta, lenggak lenggokmu kemudian ditentukan oleh siapa kamu dipinang. Mukamu jangan cepat muram ya kalau banyak orang ingin melihatmu dari Monas. Semua yang datang adalah misi kebaikanmu, walau dibawa oleh pribadi picik-picikan. Jakarta, kotamu tetap terjaga bersih dengan pasukan orangemu. Dedikasi orang percayamu tak lelah demi keindahanmu, Jakarta. Jakarta, ngak laku hanya rayuan pulau kelapa, harus ada selipannya.

Jakarta, kau dipinang oleh siapa ya? Sama jagoan lompat dipanggung tapi malu dipanggung TV. Sama muka sejuk dengan tata bahasa lembut seraya tetap merayu sampai mata tak bekedip. Sama yang corong mulut besar suka cabe pedas seraya menciummu tanpa basa-basi. Jangan biarkan mereka hanya asyik dengan lenggak lenggokmu. Minta semua mereka tutup mata, minta mereka semua bercerita tentang kamu. Siapa yang mampu membuat kamu lebih “pede” sekarang dengan kota-kota di negera lain, siapa bisa mengajarimu sudah pintar bersih diri. Siapa dia, ayo..Siapa?

Jakarta milikku, Jakarta bukan milikmu, karena kau bukan KTP DKI.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline