Lihat ke Halaman Asli

Darwin

Dosen, CTO, COO, Trainer, Public Speaker

Belajar, Berpikir, dan Lepaskan

Diperbarui: 13 Agustus 2021   15:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pada dasarnya manusia memang terlahir untuk menjadi seorang pemenang. Sebelum terbentuk menjadi janin, kita telah melewati persaingan ketat menuju rahim ibu. Dan pemenangnya adalah kita bukan? Jadi mengapa ada orang merasa hidupnya gagal? Apakah karena kesalahan orangtua? Atau menyalahkan takdir?

Menyalahkan tidak akan ada habisnya, tetapi menyalahkan ini sering menjadi kebiasaan yang terjadi dalam kondisi sadar maupun tidak sadar. Padahal masalah yang muncul sedari dini sebenarnya hal yang bagus, karena bisa segera mengambil tindakan tertentu untuk menyelesaikannya sebelum masalah tersebut menjadi masalah besar. Dalam penyelesaian masalah bisa juga memunculkan masalah baru yang tidak terprediksi. Apakah harus menyesal? Adalah lebih berarti mencoba tetapi gagal daripada tidak mencoba sama sekali, apalagi menyerah sebelum masalah berhasil diselesaikan. Setiap hari kita melihat dunia dan kita belajar. Pembelajaran apapun dapat menjadi pengalaman yang berarti untuk keputusan yang akan kita ambil kedepannya.

Mari kita melihat kondisi seorang pasien. Pasien mengalami sakit parah dan divonis menderita kanker stadium 2. Tindakan tentu harus dilakukan, misalnya tindakan medis berupa operasi. Keputusan pasti ada resikonya, namanya saja manusia berarti kematian tidak mungkin bisa terhindarkan, hanya masalah waktu. Kesedihan dan ketakutan yang melanda membuat pikiran pun tidak bisa berpikir jernih, sehingga faktor emosi pun turut dilibatkan. Kadang memang ada faktor keberuntungan dari setiap kondisi, tetapi jangan pernah berpikir dari sisi keberuntungan semata. Keputusan harus didasari pertimbangan dan dasar yang kuat sehingga apapun hasilnya lebih bisa diterima dengan lapang dada ketika terjadi hal yang tidak diinginkan. Ini adalah proses dari belajar, berpikir, dan kemudian melepaskan.

Tidak sedikit orang yang jarang membaca untuk melakukan upgrade diri. Ada yang berpikir bahwasanya pengalaman yang dimiliki sudah lebih dari cukup, untuk apa habis waktu membaca. Alhasil lebih memilih happy time dengan menonton multimedia atau bermain media sosial. Membaca adalah persiapan untuk menghadapi masalah yang belum menghampiri. Kepanikan yang muncul bersamaan dengan masalah dapat membuat pikiran tidak jernih ketika mengambil keputusan.

Tidak harus menghapal dalam membaca, tetapi pahami dan buat poin-poin penting layaknya sebuah kamus. Alam bawah sadar selalu bekerja ketika dibutuhkan. Dengan menerapkan budaya membaca, maka hidup pasti akan berbeda. Belajar membuat pola pikir berbeda dan kita bisa melihat dunia dari sisi koin yang berbeda. Lucu memang hal yang abstrak seperti demikian, tetapi proses ini sangat berguna dalam hidup.

Mari kita lihat seorang chef. Seorang chef profesional juga memulai karirnya dari seorang yang amatir. Dia belajar dari cookbook, bisa juga mencari inspirasi dari media online, atau dari senior / chef pimpinan. Setelah esensi-esensi memasak telah menjadi kebiasaan, terkadang dengan bahan yang terbatas sekalipun, dia mampu memasak masakan yang lezat. Semua telah menjadi refleks, tidak lagi bergantung kepada teori-teori.

Mari kita berubah, jangan lagi kita menjadi penonton kehidupan. Jadilah aktor kehidupan. Pribadi yang baik tidak harus ditonjolkan dan dipamerkan. Buatlah diri menjadi bernilai, mampu berkontribusi, dan ciptakan kebahagiaan. Lihat sekeliling kita, seberapa besar dampak pandemi yang belum berakhir ini. Kita harus bersyukur atas apa yang dimiliki. Manfaatkan waktu sebaik-baiknya. Maksimalkan waktu dengan produktivitas. Dunia akan indah pada waktunya.

Mari Tingkatkan Budaya Belajar.

Indonesia Maju.

Darwin, S.Kom., M.Kom., CPS, CRSP, CH, BKP, CDM, Google Ads Certified, Google My Business Certified, SEMrush Digital Marketing Certified

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline