Lihat ke Halaman Asli

darwinarya

TERVERIFIKASI

Photographer Specialized Hotels and Resorts

Cobaan Berat Jurnalis Online dan Cetak Indonesia

Diperbarui: 3 Januari 2016   08:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Seorang kawan jurnalis media Bola, Dendy G Kusumah, beberapa waktu lalu mengirim pesan lewat Whatsapp ke saya, Minggu (27/12) malam. Tulisannya panjang, berupa artikel. Judulnya “Inikah Senjakala Kami”. Artikel tersebut ditulis oleh wartawan senior Kompas, Bre Redana.

Seusai membacanya, saya langsung protes ke Dendy, mengatakan bahwa hingga detik ini saya masih menggunakan notes sewaktu mencatat keterangan narasumber.

Sanggahan saya ditolak. Dendy justru ‘menantang’ saya untuk mengupas ‘isu panas’ tersebut. “Bikin tulisan dong. Analisa. Taruh di blog, he-he-he,” katanya.

Baiklah, saya terima tantangannya. Saya akan membahas artikel itu menurut pandangan saya pribadi.

Saya sudah menduga, apa yang ditulis Bre Redana bakal mengundang banyak komentar. Khususnya mereka yang berkecimpung di dunia jurnalistik.

Soal konsumsi informasi, orang jaman sekarang bisa dibilang rakus. Mulai dari berita aktual, gosip, menghasut sampai hoax, pun disantap. Hal itu dilakukan biar dibilang up to date. Malu dong, kalau ada orang ajak ngobrol isu terkini, kita tidak bisa meresponnya?

Itulah kenapa sekarang ini banyak bermunculan media online. Semata-mata untuk memenuhi permintaan pembaca akan informasi terkini. Kalau bisa, sekarang terjadi peristiwa, detik ini juga dimuat.

Masalahnya, untuk mengejar kecepatan pemberitaan ada faktor lain yang ikut dikorbankan, yakni keakuratan. Ignatius Haryanto dalam bukunya, “Jurnalisme Era Digital” sudah menjelaskannya secara gamblang tentang permasalahan ini. Dikatakannya, “Speed is not a friend of accuracy”.

Apa yang dikatakan Ign Haryanto terbukti. Sebagai contoh, saya kupas dua buah artikel media online berikut,

Bulan Desember lalu, saya menemukan kesalahan fatal yang dilakukan Tribun Surabaya. Mereka tidak melakukan verifikasi lebih dulu ke pihak Kebun Binatang Surabaya (KBS) mengenai isu kehamilan Marylin. Percaya begitu saja kepada media asing yang tidak jelas asal-usulnya maupun kredibilitasnya.

Tribun Surabaya tertimpa sial. Setelah ditelusuri, baik ‘korban’ maupun pelaku yang diberitakan ternyata fiktif. Habis lah mereka. Tidak hanya panen cemoohan banyak orang dan media lain, kredibilitas mereka juga ikut jatuh.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline