Sejak Juni 2017 lalu, tak tahu mengapa saya seperti kehilangan semangat, feel, dan 'kemampuan' dalam menulis. Saya yang sebelumnya sangat aktif menulis opini, ulasan, cerita-cerita ringan, sajak, dan naskah-naskah untuk saya lombakan, sampai dengan awal November lalu belum bisa menghasilkan tulisan yang benar-benar berarti dan memberikan kepuasan batin kepada saya.
Alhasil, penghasilan saya dari menulis pun turun drastis. Tentu saja kondisi itu sangat menyiksa. Baik badan, pikiran, dan saldo tabungan. Itu sama dengan ketika Anda punya warung namun kemudian kondisi warung Anda berangsur sepi. Pasti getir sekali rasanya.
Berada dalam kondisi semacam itu, untunglah kemudian saya memperoleh nasihat dari salah seorang kritikus sastra Tia Setiadi. Katanya, setiap penulis pasti mengalami hal itu.
Bila seorang penulis telah sampai pada proses itu (semacam kehilangan semangat, feel, dan 'kemampuan' menulis atau masih mampu menulis tapi kurang memuaskan), maka lebih baik istirahat dulu untuk sementara waktu dan melakukan aktivitas lain.
"Perbanyaklah bersabar, membaca, memancing, bermeditasi, berkebun, beramal, dan mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya untuk bekal perjalanan menulis berikutnya." katanya.
Saya pun kemudian menerapkan apa yang dinasihatkannya. Dan memang benar, saya agaknya memang harus lebih banyak melakukan hal-hal sebagaimana yang telah dianjurkannya. Saya membutuhkan itu semua.
Namun di sisi lain, saya tahu saya harus memaksa diri. Menulis tetap harus saya lakukan, walau tidak saya publikasikan. Sampai kemudian, di dalam perbincangan dengan salah satu teman kos yang sedang ingin mengasah kemampuan menulisnya, tercetuslah ide untuk membuat grup WhatsApp sebagai sarana berbagi tulisan.
Mengapa harus grup WhatsApp? Tak lain karena saat ini WhatsApp sangat banyak digunakan oleh generasi milenial Indonesia. Menurut laporan comScore Mobile Metric awal 2017 lalu, WhatsApp merupakan aplikasi chat utama dan paling populer di Indonesia. Tulisan-tulisan populer biasanya juga kerap tersebar melalui grup WA.
Oleh karena itu, kami menilai grup WA adalah media yang paling tepat untuk kami jadikan sebagai wadah untuk memproduksi tulisan.
Hari itu, 12 November 2017 pukul 21.42 WIB, kemudian grup dibuat.
Grup WhatsApp itu kemudian kami beri nama Dakwah Cinta (DC). Pemilihan nama pun sebenarnya juga tidak didasari oleh landangan filosofis. Spontan saja.