Lihat ke Halaman Asli

Darul Azis

Wirausahawan

Surat Penyelarasan Logika untuk Mbah Sudjiwo Tejo

Diperbarui: 30 November 2017   11:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Tribun Jateng/Wahyu Sulistiyawan)

Mbah, hari ini engkau berkicau kepada pengikutmu (yang kebanyakan di antara mereka adalah bangsaku) di Twitter, agar hendaknya peristiwa alam seperti banjir, gempa bumi, tanah longsor, atau erupsi gunung yang terjadi di Indonesia tidak disebut sebagai bencana. Lalu engkau menyodorkan kata yang kesannya lebih bijak, misalnya "Sabda Alam".

Oke Mbah. Sebelumnya kuucapkan terima kasih atas sumbang saranmu untuk bangsaku; Indonesia. Semoga ini akan menjadi modal diplomatik yang baik antara Negara Republik Jancuker dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Twit Sudjiwo Tejo (Dok.Pri)

Kuakui, sekilas kata yang engkau rekomendasikan memang terkesan bijak. Karena mengandung ajakan kepada manusia Indonesia agar memandang alam dengan cara yang berbeda. Reflektif dan esensial.

Namun ketahuilah Mbah, pandanganmu itu tidak akan menyelesaikan persoalan yang sedang menimpa manusia di negaraku. Lagi pula, tampaknya engkau juga terlalu menyederhanakan persoalan. Engkau memaknai kejadian-kejadian alam yang terjadi di Indonesia beberapa hari ini hanya dalam kacamata sebab-musabab-ontologis semata. Dan karenanya, sebagai perwakilan negara yang baik, aku merasa berhak memberikan klarifikasi.

Jadi begini Mbah, mengapa peristiwa alam itu kemudian kami sebut sebagai bencana?

Untuk menjawab pertanyaanku ini, Mbah bisa terlebih dahulu menengok sejenak di Yutub, media-media daring, atau grup-grup WA.

Setelah peristiwa alam itu terjadi apa yang dialami oleh manusia di negaraku?

Kematian Mbah. Kesakitan. Hilangnya harta. Rusaknya rumah. Dan trauma.

Itu semua loh Mbah yang disebut bencana. Jadi sederhannya, yang kami sebut sebagai bencana itu adalah dampak yang dialami oleh manusia ketika terjadi peristiwa alam yang Mbah sebut sebagai cara mereka mencapai keseimbangan baru melalui proses fisika-kimia yang logis itu.

Apakah dengan begitu berarti kami menyalahkan alam?

Tidak Mbah. Sama sekali tidak. Karena kami sadar bahwa itu semua merupakan risiko. Aku yakin, Mbah percaya bahwa manusia dan alam itu hidup berdampingan. Bersosial. Nah, bukankah dalam proses hidup berdampingan itu, saat masing-masing sedang melakukan aktivitas, juga memunculkan risiko Mbah?

Jangankan kok antara alam dengan manusia, antara manusia dengan manusia saja begitu kok. Iya kan Mbah? Makanya di negaraku selain ada istilah bencana alam, ada pula istilah bencana sosial.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline