Bunyi srok-srok-srok-srok itu sampai sekarang masih lekat dalam ingatanku. Bunyi itu berasal dari canting yang kukerokkan di punggung ibu ketika ada terlalu banyak angin di dalam tubuhnya.
Canting itu sendiri mulanya adalah sebuah kaleng susu yang oleh ibu kemudian digunakan sebagai alat penakar beras. Secanting beras jika dikonversikan beratnya 250 gram, sehingga untuk menakar 1 kg beras tinggal dikalikan empat.
Kini, canting itu telah berubah warna menjadi kehitam-hitaman karena saking lamanya digunakan dan menjadi benda yang teramat penting di rumah kami sebab dapat menjadi alat pengusir rasa sakit yang ditimbulkan karena masuk angin.
Dibandingkan koin, kerokan dengan menggunakan canting memang terasa lebih enak. Rasa sakit yang ditimbulkan tidak begitu terasa. Di samping itu, ada bunyi yang hasilkan dari setiap kerokannya, karena canting memiliki rongga. Bunyi yang sangat puitis.
Dari Hubungan Transaksional Berubah Menjadi Ungkapan Bakti
Hubunganku dengan ibu bisa dibilang sangat dekat. Mungkin karena aku adalah anak bungsu. Tapi mungkin juga karena ada hal lain, yang tentu sangat sulit untuk dijelaskan dengan kata-kata. Atau mungkin itu tak akan bisa dijelaskan? Demikianlah, sebagai seorang anak atau seorang ibu, Anda mungkin juga merasakan yang demikian itu.
Sejak kecil (usia SD) aku sudah sering dimintai tolong oleh ibu untuk mengeroki punggungnya ketika ia sedang masuk angin. Tetapi dulu, aku melakukannya bukan karena ingin menolong ibu, melainkan karena tergiur upah yang dijanjikannya. Sekali kerokan, dulu ibu memberiku uang Rp100. Aku senang karena dapat uang, dan kelebihan angin di tubuh ibu pun hilang.
Namun seiring semakin bertambahnya usiaku, mengerokinya bukan lagi soal mendapatkan imbalan, melainkan soal bagaimana agar aku bisa melihat ibu tetap dalam kondisi sehat. Karena melihatnya sakit, masygullah perasaanku. Sedihlah hatiku.
Terlebih kini, sejak enam tahun lalu, intensitas pertemuan kami sudah semakin jarang. Aku di Jogja, ibu di Lampung. Aku hanya bisa pulang setahun sekali. Sehingga kemudian, kerokan menjadi momen istimewa nan puitik antara aku dengan ibu. Aku sangat senang melakukannya, walau aku tidak senang kalau ibu masuk angin. Mauku, ibu tetap baik-baik saja. Biarlah angin-angin itu masuk ke dalam tubuhnya dalam jumlah wajar. Karena tidak mungkin bukan di dalam tubuh manusia tidak ada anginnya? Hehe.
Kerokan Cinta Dari Ibu
Aku masih sangat hapal suara itu. Suara srok-srok-srok-srok itu terkadang juga berasal dari gesekan antara canting dengan tubuhku, oleh bantuan tangan ibu. Karena aku pun juga sering masuk angin. Dan kerokanlah satu-satunya obat yang telanjur kami yakini dan telah kami buktikan kemanjurannya.