Lihat ke Halaman Asli

Darul Azis

Wirausahawan

Literasi Media Digital Bisa Dimulai dari Grup Whatsapp

Diperbarui: 25 Oktober 2017   14:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: pressks.com

Di masa kini, sebagian besar di antara kita hampir bisa dipastikan merupakan bagian (anggota) dari sebuah grup WhatsApp (WA). Bahkan tak hanya untuk satu grup, dalam satu waktu yang sama kita bisa menjadi anggota dari banyak grup, mulai dari grup alumni sekolah atau kuliah, grup olahraga, grup tempat tinggal, grup organisasi, sampai dengan grup keluarga. 

Kehadiran Grup WA ini pada mulanya sangat efektif sebagai media komunikasi antaranggota. Dengan adanya grup, maka informasi yang berkaitan dengan kepentingan anggota dapat tersampaikan dengan cepat tanpa harus mengirim pesan kepada satu per satu orang. Dengan adanya grup pula, anggota bisa bertukar kabar, saling sapa, dan bercanda bersama. 

Seiring berjalannya waktu, tak hanya menjadi media komunikasi komunal, grup WA perlahan berubah menjadi media penyebaran beragam informasi baik yang sifatnya informatif, penting, bermanfaat, atau sekadar humor. 

Hal tersebut sebenarnya juga masih baik, apalagi jika informasi yang dikirimkan ke grup memanglah benar adanya, aktual, memiliki nilai manfaat dan penting bagi anggota grup, serta relevan dengan kebutuhan dan identitas grup itu sendiri. 

Namun hal sebaliknya juga kerap terjadi. Informasi yang tersebar pada grup WA sering tidak jelas sumbernya. Bahkan sering sekali kita menemukan sebuah kiriman informasi yang hanya diberi disclaimer "copas dari grup sebelah" tanpa kita pernah tahu di mana sebenarnya letak grup sebelah tersebut dan grup yang dimaksud sebenarnya adalah grup sebelahnya siapa; si pengirimkah atau memang sudah begitu dari sejak awal pesan tersebut ditulis. 

Yang kemudian terjadi grup WA sering menjadi sumber penyebaran berita bohong (hoaks), teror, dan bermuatan mempertentangkan SARA. Terjadinya fenomena di atas bisa disebabkan karena ada satu hal yang luput dari pengelolaan grup WA. Seperti tiadanya aturan main yang diberlakukan bagi seluruh anggota grup. 

Akibatnya, perilaku anggota grup menjadi tidak terkendali karena tidak dibatasi oleh rambu-rambu tertentu. Ketika hal demikian sudah terjadi, maka grup WA sudah menyimpang fungsinya--yang kemudian bisa menjadi pemicu semakin berkurangnya perhatian anggota pada informasi yang ada pada grup atau bahkan berujung pada keluarnya anggota dari grup. 

Pemberlakuan peraturan dalam sebuah grup WA amatlah penting adanya. Meskipun hanya merupakan media komunikasi di dunia maya, pada dasarnya grup WA adalah manifestasi kehidupan bermasyarakat yang di dalamnya terdiri dari orang-orang dengan latar belakang yang beragam. 

Dengan ditetapkannya aturan grup, maka setiap anggota menjadi terikat pada sebuah ketentuan yang harus ditaati bersama, demi kenyamanan bersama pula. Seperti misalnya kewajiban untuk menyaring terlebih dahulu informasi yang akan dikirimkan grup tersebut; apakah memang benar, penting, bermanfaat, dan relevan atau sebaliknya. 

Pembiasaan semacam itu akan memupuk kesadaran kepada anggota bahwa tidak semua informasi bisa segera disebarkan karena ada proses penyaringan yang harus dilakukan terlebih dahulu. 

Metode pengelolaan grup WA semacam itu akan sangat relevan dengan upaya literasi digital yang saat ini semakin gencar disuarakan untuk memerangi hoaks dan informasi bermuatan SARA. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline