Daerah Istimewa Yogyakarta saat ini tengah berada pada posisi kemandirian pangan dan sedang menuju kedaulatan pangan. Artinya pemenuhan kebutuhan pangan di DIY sudah dapat dipenuhi sendiri sampai 4 bulan berikutnya. Sehingga yang diupayakan pemerintah kemudian adalah mengupayakan kebijakan-kebijakan yang berpihak pada sektor pangan.
Hal itu disampaikan Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (BKPP) DIY Arofa Noor Indriani dalam seminar Kedaulatan Pangan dan Ketahanan Energi yang di selenggarakan DPD KNPI DIY Minggu (30/4) di Yogyakarta.
Meski demikian, Arofa mengatakan, posisi DIY terancam mengalami titik 0 ketahanan pangan, terutama ketersediaan beras mengingat pertumbuhan penduduk yang begitu tinggi. Menurutnya, urbanisasi menjadi faktor utama penyebab ketimpangan tersebut.
"Kalau hanya angka kelahiran masih bisa dikendalikan, tapi ini soal urbanisasi. Jadi lebih sulit mengendalikannya." Paparnya.
Arofa menambahkan, saat ini konsumsi beras di DIY untuk kebutuhan rumah tangga mencapai 25 ribu ton per bulannya. Sedangkan untuk kebutuhan non rumah tangga seperti perhotelan dan restoran, mencapai 11 ribu ton per bulan. Sehingga pihaknya harus menyediakan setidaknya 37 ton agar ketersediaan pangan di DIY benar-benar aman.
"Pada tahun 2037, DIY terancam berada di titik nol dan jika digabungkan dengan kebutuhan non rumah tangga, maka itu akan terjadi pada tahun 2025. Oleh karena itu kami sedang mengupayakan diversifikasi pangan." Kata Arofa.
Pangan dan Budaya
Dalam kesempatan yang sama MPI DPD KNPI DIY Erwin Nizar mengatakan bahwa persoalan ketahanan pangan sangat ditentukan oleh produksi, distribusi, dan konsumsi. Ketiga hal itu pun kemudian berkait erat dengan budaya masyarakat. Salah satunya dalam hal konsumsi, budaya masyarakat Indonesia kebanyakan masih perlu diubah.
"Cara kita makan selama ini bukan berdasarkan kalori, melainkan apa yang kita makan," paparnya.
Oleh karena itu Ia menekankan, diversifikasi pangan juga harus dibarengi dengan kajian mengenai problem budaya tersebut mulai dari tingkat rumah tangga. Di samping itu pula ia berharap para pemuda mulai berani mengambil peran dalam dunia pertanian.
"Saat ini anak-anak muda ini lebih tertarik bekerja di konter pulsa dibanding mengurus sawah." Katanya.