Lihat ke Halaman Asli

A Darto Iwan S

Menulis bukan karena tahu banyak, tapi ingin tahu lebih banyak.

Memahami Esensi Pembelajaran Mendalam atau Deep Learning

Diperbarui: 16 Januari 2025   09:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembelajaran Mendalam Deep Learning (gambar karya Darto+AI)

Indonesia tengah berbenah dalam dunia pendidikan. Kita telah menyaksikan berbagai revisi kurikulum, dari yang terdahulu hingga Kurikulum Merdeka 2022. Namun, di tengah perubahan ini, satu konsep penting seringkali luput dari perhatian luas, Pembelajaran Mendalam (PM). PM bukanlah sekadar metode mengajar baru, melainkan sebuah paradigma yang mengubah cara kita memandang proses belajar-mengajar. Kita akan melihat pentingnya PM dan bagaimana penerapannya dapat membentuk generasi Indonesia yang lebih cerdas dan siap menghadapi masa depan.

PM, sebagaimana diuraikan dalam dokumen referensi, menekankan pembelajaran yang bermakna, menyenangkan, dan berkesadaran. Ini berbeda jauh dari model pembelajaran tradisional yang seringkali hanya berfokus pada hafalan dan pengulangan. PM mendorong siswa untuk tidak hanya mengetahui (recall), tetapi juga memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta (menurut Taksonomi Bloom). Bayangkan seorang siswa yang hanya menghafal rumus matematika tanpa memahami konsep di baliknya. Ia mungkin bisa menyelesaikan soal ujian, tetapi ia tidak akan mampu menerapkan rumus tersebut dalam situasi nyata. PM bertujuan untuk mencegah hal ini.

Dalam dunia pendidikan, kita sering mendengar istilah "Taksonomi Bloom." Ini bukanlah nama dinosaurus purba, melainkan sebuah kerangka kerja yang membantu kita memahami berbagai tingkatan kemampuan kognitif atau berpikir. Dibuat oleh Benjamin Bloom dan rekan-rekannya, Taksonomi Bloom membantu guru merancang pembelajaran yang menantang siswa untuk berpikir lebih dalam dan mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Taksonomi Bloom membantu guru untuk merancang pertanyaan dan tugas yang sesuai dengan tingkat kemampuan berpikir siswa. Dengan memahami tingkatan ini, guru dapat merancang pembelajaran yang menantang siswa untuk berpikir lebih kritis, kreatif, dan analitis. Ini seperti seorang pelatih yang merancang latihan yang sesuai dengan kemampuan dan tingkat perkembangan atletnya.

Taksonomi Bloom juga membantu guru untuk menilai pemahaman siswa secara lebih komprehensif. Guru tidak hanya menilai kemampuan siswa untuk mengingat informasi, tetapi juga kemampuan mereka untuk memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan. Ini memastikan bahwa siswa tidak hanya menghafal informasi, tetapi juga memahami dan mampu menerapkan pengetahuan mereka dalam kehidupan nyata.

Dengan demikian, Taksonomi Bloom menjadi alat yang sangat penting dalam merancang dan menilai pembelajaran yang efektif. Ia membantu guru untuk menciptakan pengalaman belajar yang lebih bermakna dan menantang bagi siswa. Namun, penerapan Taksonomi Bloom membutuhkan pemahaman yang mendalam dan komitmen dari para guru.

Lebih lanjut, PM menggunakan Taksonomi SOLO untuk menilai pemahaman siswa secara lebih mendalam. Taksonomi SOLO mengukur tingkat pemahaman, mulai dari unistructural (hanya memahami satu aspek), multistructural (memahami beberapa aspek secara terpisah), relational (memahami hubungan antar aspek), hingga extended abstract (mampu membuat generalisasi dan menghubungkan dengan konsep lain).

Taksonomi SOLO (Structure of the Observed Learning Outcome) adalah model yang digunakan untuk menilai kedalaman pemahaman siswa terhadap suatu konsep atau materi pelajaran. Berbeda dengan Taksonomi Bloom yang berfokus pada jenis berpikir (mengingat, memahami, menerapkan, dll.), Taksonomi SOLO berfokus pada struktur pemahaman siswa. Bayangkan Anda sedang membangun sebuah menara Lego. Taksonomi SOLO akan menilai seberapa kokoh dan kompleks menara yang Anda bangun, bukan hanya berapa banyak batu bata yang Anda gunakan.

Taksonomi SOLO sangat berguna bagi guru untuk menilai pemahaman siswa secara lebih mendalam. Dengan memahami tingkat pemahaman siswa, guru dapat memberikan bimbingan dan arahan yang lebih tepat sasaran. Ini membantu guru untuk mengidentifikasi kesenjangan pemahaman siswa dan merancang strategi pembelajaran yang lebih efektif. Taksonomi SOLO juga membantu guru untuk menilai keberhasilan pembelajaran dan melakukan perbaikan jika diperlukan.

Sebagai contoh, jika siswa hanya mampu menyebutkan beberapa fakta tentang fotosintesis (tingkat multistructural), guru dapat memberikan tugas yang menantang siswa untuk menjelaskan hubungan antara cahaya matahari, air, dan karbondioksida dalam proses fotosintesis (tingkat relational). Dengan demikian, Taksonomi SOLO membantu guru untuk mendorong siswa untuk mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline