Kecerdasan Buatan (AI) telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari kita. Namun, penggunaan AI juga memunculkan pertanyaan penting: Apakah AI hanya alat bantu, ataukah ia juga bisa berfungsi sebagai alat mata-mata? Dalam artikel ini, kita akan membahas berbagai aspek terkait penggunaan AI dalam pengawasan, serta dampaknya terhadap privasi dan kebebasan individu.
AI adalah teknologi yang memungkinkan komputer dan mesin untuk meniru kecerdasan manusia dalam menyelesaikan tugas-tugas tertentu. Contohnya, AI dapat mengenali gambar, memahami bahasa, atau bahkan menulis teks. Misalnya, aplikasi seperti ChatGPT yang kita gunakan saat ini adalah bentuk penerapan AI dalam interaksi sehari-hari.
Bayangkan AI seperti asisten pribadi yang sangat cerdas. Ia dapat mengingat semua preferensi Anda dan membantu Anda dalam banyak hal, tetapi jika tidak diawasi, ia juga bisa mengetahui terlalu banyak tentang hidup Anda.
Penggunaan AI dalam pengawasan semakin umum, baik oleh pemerintah maupun perusahaan swasta. Dengan kemampuan untuk menganalisis data besar secara cepat, AI dapat mengawasi aktivitas online individu tanpa sepengetahuan mereka. Misalnya, algoritma dapat digunakan untuk memantau perilaku pengguna di media sosial atau melacak lokasi melalui ponsel pintar.
Di beberapa negara, teknologi pengenalan wajah digunakan untuk mengawasi kerumunan di tempat umum. Ini menimbulkan pertanyaan: Apakah kita nyaman dengan fakta bahwa setiap langkah kita bisa dipantau?
Salah satu kekhawatiran utama terkait penggunaan AI sebagai alat mata-mata adalah privasi individu. Data pribadi sering kali dikumpulkan tanpa izin dan dapat disalahgunakan. Misalnya, data dari aplikasi kesehatan bisa diakses oleh pihak ketiga untuk tujuan yang tidak etis.
Menurut laporan terbaru, lebih dari 50% pengguna internet merasa khawatir tentang bagaimana data pribadi mereka digunakan oleh perusahaan teknologi. Apakah kita benar-benar ingin hidup di dunia di mana setiap gerakan kita dipantau?
Pernyataan seorang tokoh yang pernah berkiprah di Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang menyebut AI sebagai alat mata-mata memicu perdebatan publik yang sengit. Beberapa orang berpendapat bahwa penggunaan AI dalam pengawasan dapat meningkatkan keamanan, sementara yang lain khawatir akan ancaman terhadap kebebasan sipil.
Pada salah satu kesempatan di Jakarta tahun 2024, beliau menyatakan bahwa kecerdasan buatan (AI) merupakan alat intelijen yang digunakan untuk memata-matai masyarakat tanpa disadari. Ia menekankan pentingnya kemandirian internet bagi Indonesia untuk mencegah kebocoran data dan menjaga keamanan siber.
Pernyataan ini menuai beragam tanggapan. Beberapa ahli mengkritisi pandangan tersebut diatas, sementara yang lain mengakui potensi AI dalam meningkatkan kemampuan pengawasan massal. Beberapa percaya bahwa pengawasan berbasis AI dapat membantu mencegah kejahatan. Yang lain berpendapat bahwa hal itu menciptakan masyarakat yang tidak nyaman dan penuh ketakutan.