Hebatnya AI kita semua sudah paham kan? Di semua lini kehidupan banyak inovasi terdorong oleh adanya AI. Tapi ada pertanyaan yang semakin sering muncul: apakah AI akan memperluas kesenjangan ekonomi?
Kekhawatiran ini bukan tanpa dasar. Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi, muncul ketidakpastian tentang siapa yang akan benar-benar mendapatkan manfaat terbesar dari AI. Apakah teknologi ini hanya akan memperkaya mereka yang sudah maju, sementara yang tertinggal semakin terpuruk? Memperkaya semua atau sebagian saja?
Sebelum kita masuk lebih dalam, mari kita tanyakan pada diri sendiri. Apakah AI benar-benar bisa memperlebar jurang antara mereka yang memiliki akses ke teknologi canggih dan mereka yang tidak? Mungkinkah ada jalan tengah yang memungkinkan AI justru menjadi solusi bagi kesenjangan ini? Ini adalah pertanyaan penting yang perlu kita pikirkan.
Jika kita sempat (atau disempatkan) melihat lebih dekat, masalah kesenjangan ekonomi yang dipicu oleh AI, sebagian besar berakar pada akses yang tidak merata terhadap teknologi.
Di negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, atau Jerman, perusahaan-perusahaan besar sudah memanfaatkan AI untuk meningkatkan efisiensi produksi, analisis data, hingga layanan konsumen. Namun, di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia, akses terhadap AI masih sangat terbatas, terutama di daerah-daerah terpencil.
Contohnya, ketika kita membicarakan penggunaan AI di sektor pertanian, di beberapa daerah maju, petani sudah menggunakan drone bertenaga AI untuk memantau lahan mereka dan memprediksi hasil panen berdasarkan data cuaca dan kondisi tanah.
Sebaliknya, petani di daerah tertinggal mungkin bahkan belum memiliki akses ke internet yang stabil, apalagi teknologi AI. Kondisi ini tentu saja memperkuat kesenjangan ekonomi antara mereka yang bisa memanfaatkan AI dan mereka yang hanya bisa mengandalkan cara-cara tradisional.
Di Indonesia, kita bisa melihat gejala awal kesenjangan ini di berbagai sektor. Misalnya, di sektor pendidikan. Sekolah-sekolah di kota-kota besar seperti Jakarta atau Surabaya mulai mengadopsi teknologi AI untuk membantu proses pembelajaran, memberikan rekomendasi materi pelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswa, hingga analisis data untuk peningkatan mutu pendidikan.
Namun, di daerah terpencil, sering kali masih ada masalah infrastruktur dasar seperti listrik dan internet, yang membuat penggunaan teknologi canggih seperti AI menjadi sesuatu yang tak terjangkau. Ini bukan hanya masalah teknologi, tetapi juga masalah kesenjangan sosial yang semakin melebar. Betul kan?
Di sektor tenaga kerja, dampak AI mungkin lebih terasa secara langsung. Teknologi AI telah memicu otomatisasi di berbagai industri, dari pabrik-pabrik hingga layanan keuangan. Proses otomatisasi ini sering kali berujung pada pengurangan jumlah pekerja manusia, terutama di pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya rutin dan manual. Lalu, apa dampaknya terhadap kesenjangan ekonomi?