Lihat ke Halaman Asli

Menyikapi Debat Pilkada DKI dengan "Cerdas"

Diperbarui: 13 Januari 2017   16:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

MALAM ini kan kita saksikan debat Pilkada DKI pertama yang diselenggarakan secara resmi oleh KPU DKI Jakarta..

Dalam menanggapi debat malam nanti menurut saya akan ada setidaknya 3 kemungkinan respon atau sikap dari para warga DKI Jakarta :

Tetap Loyal Pada Pilihanya Bagaimanapun Proses Berjalanya Debat.

  • Masing – masing calon tentu memang sudah mempunyai basis masanya yang selalu setia mendukung dalam proses kampanyenya sampai saat ini. Bisa dikatakan mereka – mereka itulah yang disebut dengan loyalis. Hal itu memang tidak bisa dihindarkan karena justru akan sangat aneh ketika ada pasangan calon yang tidak memiliki basis masa atau loyalis.
  • Menjadi seorang loyalis juga saya rasa bukan masalah, itu hal kita untuk loyal terhadap salah satu calon di dalam momen Pilkada ini. Tetapi saya tekankan disini bahwa sebaiknya meskipun sudah menjadi loyalis sejak awal kita juga harus tetap menyaksikan debat tersebut dengan seksama. Jangan jadikan pikiran kita malah tidak objektif dalam menilai debat itu nanti, kalau memang ada yang kurang dari calon kita katakan kurang dan kalau sudah bagus katakan bagus.
  • Apakah ketika kurang maka kita memilih calon selainya??? Saya jawab TIDAK
  • Justru dengan kekurangan tersebut kita terbuka saja dengan calon kita atau tim suksesnya, sampaikan saja. Justru itu akan membantu calon kita agar lebih baik kedepanya bukan??
  • Saya pikir justru itu makna loyalis yang tepat, yaitu tidak mentah – mentah menerima setiap apa yang dilakukan calon pilihanya adala benar.
  • Seperti pepatah yang pernaha mengatakan bahwa “jangan jadikan cinta kita sebagai alasan untuk mengabaikan segala kekurangan, dan jangan jadikan kebencian kita sebagai alasan untuk mengabaikan segala kebaikan”. 

Memutuskan Untuk Memilih Salah Satu Calon Yang Dianggapnya Paling Baik Dalam Debat.

  • Sikap yang kedua ini adalah mereka setelah menyaksikan proses debat akhirnya memilih salah satu dari calon yang mereka anggap memang paling baik dan paling cocok memimpin Jakarta untuk 1 periode kedepan.
  • Hal tersebut tidak akan menjadi masalah JIKA sebelumnya kita sudah mengamatai dengan betul proses kampanye dari masing – masing calon. Dalam artian memang sejak awal kita sudah memperhatikan detil – detil program para calon. Kita juga sudah ada perbandingan antar calon dari bagaimana mereka menyampaikan program ketika kampanye. Jadi memang posisinya debat ini sebagai varibel akhirnya untuk melengkapi data sebelumnya yang sudah di dapat dari proses kampanya. Jikalau seperti itu saya katakan tidak masalah. memang ada sedikit kekurangan memang yaitu karena memang proses kampanye juga masih berjalan yang memungkinkan ada hal lain yang ternyata bisa signifikan dan merubah penilaian kita nantinya.
  • Kemudian hal ini bagi saya akan menjadi masalah jikalau ternyata kita memutuskan hanya berdasar proses berjalanya debat saja. Dalam artian kita menentukan pilihan hanya dari 1 variabel dan juga 1 momen saja. Jelas ini sama sekali tidak memenuhi hukum – hukum untuk membuat suatu keputusan. Dan perlu diingat bahwa SANGAT TIDAK MUNGKIN dalam debat yang hanya berlangsung selama 2 jam itu para calon bisa menyampaikan program dan strateginya memajukan jakarta dengan mendalam. Maka saya sarankan jangan sampai kita seperti ini.
  • Ingat ini adalah memilih calon pemimpin selama 1 periode, bukan memilih sayuran untuk dimasak dan dimakan dalam waktu 1 hari saja.

Menjadikan Proses Debat Sebagai Dasar Untuk Lebih Intim Lagi Dengan Program Dari Masing – Masing Calon.

  • Di dalam sikap yang ke 3 ini memang dari pemilih belum menentukan mau memilih siapa danjuga masih netral terhadap ketiganya. Disini mereka menempatkan debat ini sebagai data tambahan dimana mereka akan menganalisa lagi dari proses debat tersebut dan menghubungkan juga dengan data seblumnya yaitu ketika proses kampanye sebelum diadakanya debat. Tidak hanya sampai disitu, dari situ juga akhirnya pemilih tidak langsung menentukan mana yang akan mereka pilih, tetapi akan melihat lagi perkembangan dari masing – masing calon yaitu melihat bagaimana konsistensi dari program – program yang sudah disampaikan dalam kampanya dan juga debat.
  • Calon yang baik tentu saja akan konsisten dalam menyampaikan program, tidak sekedar banyak program tetapi juga lebih kepada bagaimana asas suatu program kerja bisa dieksekusi di lapangan. Jelas saya pastikan dengan proses seperti itu pemilih akan lebih intim dengan program masing – masing calon dan akhirnya dalam menentukan pilihan baik hati dan pikiran akan mantap. Ini seperti ketika membuat sebuah penelitian yang sudah melalui proses triangulasi dan juga analisa yang baik.
  • Bagi saya sikap nomor 3 ini adalah yang paling saya sukai dan menurut pendapat pribadi saya inilah sikap yang paling cerdas.

Tulisan ini saya buat murni berdasar pendapat saya dan keterbatasan wawasan dan kemampuan analisa saya.

Saya juga bukan loyalis dari ketiga calon tersebut, dan juga tidak membenci mereka. Tidak ada maksud untuk mengunggulkan satu calon dan merendahkan yang lain, dan saya juga sedang tidak menyalahkan siapapun. Justru maksud saya adalah untuk memberikan sumbangsi agar proses debat dan proses Pilkada pada umumnya berjalan dengan baik dan sesuai filosofis diadakanya sebuah pemilihan pemimpin Daerah. SEKIAN!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline