Lihat ke Halaman Asli

Darsono

Guru SMK Negeri 6 Surakarta

Menjadi Generasi Cerdas dan Cakap Digital

Diperbarui: 3 April 2023   14:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Suatu hari saya sedang berada di studio tiba-tiba ditelpon oleh seorang wakil kepala sekolah bidang Kesiswaan yang menanyakan kesediaan menjadi narasumber bertema Cakap Digital tentunya saya langsung menyanggupi disamping ini sebagai kesempatan berbagi juga ini tantangan bagi seoran guru untuk menjelaskan fenomena generasi cakap digital lengkap dengan problematika budaya, etika dan keamanannya.

   Kita telah berada di dunia yang kompleks, selain ruang nyata, ruang angkasa ada satu lagi yakni ruang maya (digital). Baik ruang nyata maupun ruang maya memiliki aturan hukum yang sama tidak terpisahkan. Bila seseorang melanggar di dunia maya maka pasti ditindak sebagaimana terjadi di dunia nyata sebagai konsekuensinya inilah pentingnya literasi digital. Anak-anak kita perlu diedukasi literasi digital meliputi Budaya Digital (Digital Culture), Etika Digital (Digital Etic) dan Keamanan Digital (Digital Safety).

Nah Kamis, 30 Maret 2023 pukul  13.00 - 16.00 siswa SMK Negeri 6 Surakarta mengikuti seminar digital bertajuk "Seminar Literasi Digital Sektor Pendidikan Generasi Cerdas dan Cakap Digital secara daring mendatangkan tiga narasumber dari relawan TIK yakni Darsono - Trainer BPTIK Jateng, Fety Kurniawati - Relawan TIK Kab. Ngawi dan Aries Saefullah - Relawan TIK Kab. Cirebon.

Webiner ini dipandu oleh mbak Ika Rahmawati - Relawan TIK Kab. Sidoarjo yang mengawali acara tersebut dengan mempersilahkan saya (Darsono) memaparkan tema Digital Culture mengetengahkan berbudaya digital harusnya mencerminkan profil pelajar Pancasila sebagai landasan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara. Salah satunya adalah beriman tagwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia sebagai kata kuncinya adalah akhlak beragama, akhlak pada manusia, akhlak pada alam dan akhlak bernegara. 


Sebagai simpulan guru yang gemar menulis buku dan sebagai guru penggerak ini merekomendasikan bahwa segala konten di dunia digital lebih tepatnya di sosial media haus menggunakan pendekatan budaya ke-Indonesia-an yakni profil pelajar Pancasila serta berkarakter kearifan lokal yang berada di satu daerah misalnya seperti di Solo ada Tepa Slira, Lembah Manah, Andhap Ashor, Grapyak Semanak, Gotong Royong, Guyub Rukun, Ewuh Pekewuh dan Pangerten serta adanya slogan 4 AS sebagai budaya positif yakni Kerja Keras, Kerja Cerdas, Kerja Tuntas dan Kerja Ikhlas. Delapan Karakter baik Hastalaku ini patut dikembangkan di sekolah-sekolah formal kelak suatu ketika ada Akhlak Award atau Haslaku Award ini bisa didorong agar anak didik kita berbudaya digital yang mumpuni cermin karakter bangsa yang diinginkan semua orang. 


Disambung narasumber lainnya Tety Kurniawati memaparkan Digital Etic bahwa bermedsos itu bukan lagi mulutmu harimaumu saja, tapi jarimu juga harimaumu, komenmu celakamu dan postingmu bahayamu. Berinteraksi di medsos tetap dengan sopan santun, gunakan bahasa yang baik, huruf bukan KAPITAL, huruf tidak warna merah serta tidak menggunakan kata-kata kasar, bullying, hoax, fitnah, marah-marah yang berpotensi konflik sosial dan bahkan berakibat hukum.

Bermedsos adalah kesempatan kita sebagai generasi jaman now dengan segudang kekinian namun jangan mengorbankan masa depanmu hanya karena kesenangan hiburan dan kita lupa jika semuanya ada jejak digitalnya yang tidak dihapus baik jejak baik maupun jejak buruk.

Pembicara terakhir bapak Aries Saefullah lebih menekankan lagi masalah digital safety agar think before posting, saring sebelum sharing karena rekam jejak digital akan menjadi dosa sosial jariyah yang mengalir terus menerus walaupun kita tiada. Dosa jariyah akan menjadi dosa yang mendera hidup kita walaupun kita ibadah sholat, puasa, zakat, haji dosa itu mengalir deras yakni mereka yang memposting foto-foto vulgar membuka aurot, berkata-kata kasar, jorok, bully, fitnah maka menjadi cacat digital pada diri kita. 

Solusinya jika kita terlanjur melakukannya cepatlah dihapus walau tidak 100% terhapus lalu diisi dengan postingan positif sebanyak-banyaknya untuk merubah citra diri di dunia digital kita menjadi positif, ibarat air ada noda tinta jika dituang air putih yang banyak maka air tersebut akan menjadi bening lagi.



Penulis

Darsono - SMK Negeri 6 Surakarta

Guru Penggerak

Trainer BP TIK Dikbud Prov. Jateng

Penulis Buku

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline