Lihat ke Halaman Asli

darrenvarden

Mahasiswa/Universitas Airlangga

Pola Konsumerisme di Kalangan Remaja di Era Digital Saat Ini

Diperbarui: 24 Desember 2024   13:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Beli ini yuk, lagi viral nih!" "Checkout dulu nih, mumpung lagi diskon." Kalimat-kalimat serupa sering kita dengar dari berbagai kalangan masyarakat di Indonesia, terutama para remaja. Tak heran bila, transaksi e-commerce di Indonesia pada tahun 2024 diperkirakan mencapai angka yang fantastis, yakni sebesar 450 triliun rupiah yang mana meningkat 7,3% dari tahun 2023. Fakta ini menunjukkan seberapa besar Tingkat konsumerisme di Indonesia saat ini. Di era saat ini, kegiatan belanja tidak hanya dilakukan atas dasar "butuh," melainkan juga "mau." Hal ini menciptakan sebuah fenomena, yaitu konsumerisme. Dengan adanya pengaruh media sosial dan iklan-iklan yang agresif, fenomena ini semakin marak terjadi. Bagaikan pedang bermata dua, pola konsumtif yang berlebihan tersebut dapat menimbulkan dampak positif dan negatif bagi individu dan masyarakat umum. Oleh karena itu, perlu adanya perhatian khusus terhadap fenomena konsumerisme ini.

Konsumerisme, yang menurut KBBI diartikan sebagai gaya hidup yang menganggap bahwa kebahagiaan dapat didapatkan dari kepemilikan barang-barang mewah, sudah menjadi bagian inti dari kehidupan anak remaja di Indonesia saat ini. Tidak sedikit anak remaja Indonesia yang membeli barang untuk memenuhi kepuasan pribadi atau hanya sekedar untuk mengikuti tren yang sedang berlangsung. Konten -- konten yang beredar di media sosial, seperti iklan dan konten review atau unboxing, menimbulkan tekanan bagi para remaja untuk memiliki barang tersebut agar diterima di kelompok sosial mereka. Fenomena ini dapat sangat berpengaruh bagi Kesehatan mental remaja, seperti ketidakpuasaan diri dan rasa cemas yang berkelanjutan. Perlu diketahui bahwa dalam survei American Academy of Child and Adolescent Psychiatry (AACAP), 90% remaja beruisa 13 -- 17 tahun menggunakan media sosial. Data ini menunjukkan bahwa konsumerisme bukan hanya berdampak di wilayah tertentu melainkan mencakup seluruh Indonesia.

Terlepas dari sisi positif dari konsumerisme, seperti meningkatnya UMKM, dampak negatifnya tidak bisa serta merta diabaikan. Konsumerisme cenderung menyebabkan perilaku boros karena remaja menghabiskan uang mereka untuk membeli barang yang sedang tren tanpa memikirkan kebutuhan jangka panjang. Apalagi, tren di media sosial berganti dengan sangat cepat jika remaja terpengaruhi oleh pola konsumerisme maka remaja tersebut akan terus menerus membeli barang atau jasa mengikuti tren yang tidak akan pernah berhenti. Selain itu, konsumerisme dapat mengalihkan fokus remaja. Fokus Remaja yang seharusnya ada pada pengembangan diri dan Pendidikan akan beralih kepada barang -- barang yang ingin dibeli karena sedang tren. Dari sisi sosial, fenomena ini dapat memicu kesenjangan sosial di kalangan remaja. Tidak semua remaja berasal dari keluarga yang mampu untuk membeli semua barang yang sedang tren sehingga remaja yang tidak mampu mengikuti tren yang sedang terjadi akan merasa terpinggirkan atau terkucilkan dari pertemanannya. Tentunya, hal tersebut dapat kemudian memicu maslaah lainnya, seperti berkurangnya rasa percaya diri, perundungan, bahkan kriminalitas.

Arus iklan dan konten pada media sosial memang tidak bisa dicegah atau dihindari, tetapi Pendidikan tentang konsumerisme pada kalangan remaja bisa ditingkatkan untuk membentuk pribadi remaja yang tidak mudah terpengaruh oleh konten persuasif di media sosial. Dalam lingkup Pendidikan formal, sekolah perlu memasukkan Pendidikan manajemen keuangan dan nilai -- nilai konsumsi yang bijak dalam kurikulum sekolah. Tujuannya adalah agar siswa memiliki pengetahuan untuk mengelola uang pribadi mereka, seperti perencanaan anggaran, pengeluaran, dan Tabungan sehingga siswa dapat lebih bijak dalam menentukan barang yang akan dibeli. Pendidikan yang dimaksud tidak terpaku pada Pendidikan di dalam kelas, namun bisa dikemas dengan menarik agar tidak membosankan. Selain para pengajar sekolah, orang tua memiliki peran yang paling penting dalam mendidik anak -- anak tentang pentingnya memilih barang yang ingin dibeli. Karena orang tua yang membiayai anak, orang tua memiliki hak untuk membatasi uang saku yang diberikan. Dengan demikian, remaja akan dapat berpikir bagaimana cara mengelola uang yang diberikan agar cukup dalam memenuhi kebeutuhan dan keinginan. Solusi lain dalam mengatasi konsumerisme adalah dengan diadakannya berbagai kampanye tentang kesadaran perilaku konsumtif di media sosial. Harapannya agar kesadaran anak remaja akan perilaku konsumtif meningkat bila terus menerus terpapar oleh pengetahuan tersebut.

Akhirnya, Masyarakat dari segala lapisan perlu berkolaborasi untuk menciptakan lingkungan yang sehat bagi anak remaja di Indoensia. Merk dan Perusahaan harus lebih bertanggung jawab dalam urusan periklanan. Perusahaan tidak seharusnya mengeksploitasi anak remaja yang masih belum sepenuhnya bijak dalam perihal menyesuaikan keinginan dan kebutuhan mereka. Komunitas -- komunitas dapat menyelenggarakan acara yang membahas tentang gaya hidup minimalis dan keberlanjutan agar para remaja dapat mendapatkan insight terhadap pengelolaan uang. Dengan dukungan dari semua pihak yang ada, sekolah, orang tua, lingkungan, pemerintah dan seluruh Masyarakat, remaja dapat belajar unutk menghargai pengalaman dan hubungan lebih daripada material.

Arus digitalisasi, seperti konten media sosial, memang tidak dapat dihindari namun fenomena konsumerisme dapat dicegah. Mengingat dampak buruk yang dapat ditimbulkan bagi remaja dari pola konsumerisme ini, perlu peran aktif dari semua pihak untuk bekerja sama membangun dan mendidik para remaja agar tidak terbawa arus konsumtif yang ada saat ini. Dengan memberikan perhatian lebih terhadap fenomena ini, harapannya adalah agar remaja indonesia tidak lagi menjadi sasaran empuk bagi perusahaan barang atau jasa yang ingin mengeksploitasi anak remaja namun menjadi remaja yang bijak dan bertanggung jawab demi kemajuan bangsa dan negara kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline