Lihat ke Halaman Asli

Generasi Y dan Masyarakat ASEAN: Harus siap!

Diperbarui: 9 Desember 2015   23:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak dari warga negara kita belum memahami apalagi mengetahui pembentukan Masyarakat ASEAN (MA). Padahal memasuki dekade kelima, Indonesia akan terintegrasi secara regional dengan sembilan negara ASEAN lainnya sesuai kesepakatan Bali Concord II tahun 2003. Kesepakatan itu akan membentuk MA yang dipercepat pembentukkannya semula dari tahun 2020 menjadi tahun 2015 dalam Deklarasi Cebu tahun 2007. Dalam MA terdapat tiga pilar: Politik, Ekonomi dan Sosial Budaya, sehingga gambaran yang diharapkan setelah 31 Desember 2015 adalah integrasi regional 100 persen.

Sudah siapkah kita? Pertanyaan ini menjadi perdebatan dan tidak akan selesai. Kita harus siap dan melakukan tindakan dalam waktu tersisa. Sejauh ini apa yang dilakukan pemerintah Indonesia agar MA makin nyaring terdengar dan meresap dalam memori dan aktivitas jangka panjang seluruh lapisan masyarakat kita? kemudian dapatkah kita menjadi bagian dari MA sepenuhnya dan merasa memiliki kesatuan identitas regional yang kental? Itu semua dapat kita lakukan dalam waktu tersisa secara optimis dengan mempertimbangkan tiga hal pokok.

Pertama, pemerintah Indonesia dan elit-elit yang terlibat dalam kerja sama pembentukan MA sepatutnya mengambil satu pandangan dan menyadari bahwa proyek ambisius ini akan terus abadi dan menguntungkan bagi seluruh masyarakat di negara kita. Bukan hanya akan dinikmati para elit dan pebisnis, tetapi harus mengena hingga ke level akar rumput.

Kedua, bonus demografi yang relatif konstan dapat menjadi peluang bagi Indonesia hingga akhir abad ke-21 dan pada abad selanjutnya. World Population Statistic menyatakan jumlah penduduk Indonesia terkini sebanyak 248.731.000 jiwa, hampir separuh jumlah MA. Berarti, pangsa pasar terbesar ASEAN ada di Indonesia.

Ketiga, menciptakan identitas menjadi persoalan dalam lingkungan ASEAN. Identitas harus dibentuk agar MA khususnya Indonesia memiliki kebanggaan dan kekhasan regional. Hal yang tampak sulit karena latar belakang historis, etnis, bahasa dan sosial budaya begitu beragam. Saya yakin bahwa relasi-relasi antar-pemerintah ASEAN selalu memikirkan dan mengembangkan identitas-identitas yang dapat menyatukan rasa kebersamaan antar MA.

Dari ketiga hal pokok yang saya utarakan, saya menekan bahwa pendidikan adalah muara segalanya untuk membumikan ASEAN pada masa generasi muda kini (baik yang tergolong produktif maupun yang masih remaja). ASEAN bukan semata-mata diperkenalkan dalam buku-buku Sejarah, alangkah lebih baik jika semua mata pelajaran di pendidikan dasar, menengah dan seluruh mata kuliah di perguruan tinggi ‘menyisipkan’ visi MA 2015. Kesiapan negara-negara ASEAN lainnya menyongsong MA dalam dunia pendidikan telah ditunjukkan oleh Thailand misalnya, dengan membuka Indonesian Study Center yang berupaya mempelajari kebudayaan dan Bahasa Indonesia.

Selain itu para pemuda Indonesia adalah bagian dari bonus demografi, khususnya generasi Y. Menurut Strauss & Howe, generasi Y (lahir pasca Perang Dunia II : 1980-2000) dikategorikan sebagai generasi berkarakter yang sangat percaya kepada institusi dan kewenangan, terlihat agak konvensional, lalu mengenal berbagai informasi dari dunia internet, tetapi enggan berpolitik. Walaupun hal itu berlaku bagi warga muda Amerika Serikat, tidak tertutup kemungkinan masyarakat muda di Indonesia berperilaku demikian. Hal inilah yang selayaknya dipertimbangkan pemerintah Indonesia bahwa generasi Y di Indonesia akan menghadapi generasi Y se-ASEAN pada 30 tahun lagi. Mereka akan menggantikan kedudukan generasi X yang kini memerintah di lingkup ASEAN.

Sekali lagi menciptakan generasi Y di Indonesia yang sadar dan melek ASEAN belum tergarap melalui dunia pendidikan. Sebagian besar lebih senang dengan gaya hidup di luar identitas ASEAN. Mereka sibuk dengan pertemanan semu di media sosial, hiburan dan lelucon-lelucon bermanfaat sesaat dan informasi-informasi yang mereka minati. Kita mungkin lupa bahwa di hadapan mereka ada generasi sejenis di internal ASEAN yang berkapasitas lebih. Jadi tidaklah heran jika jumlah tenaga kerja profesional dari Indonesia yang diakui se-ASEAN jauh lebih sedikit dari Singapura, Malaysia dan Thailand.

Daripada meributkan kesiapan atau tidaknya, pemerintah Indonesia selayaknya membumikan ASEAN lebih dalam dan rutin lagi ke se-antero negeri. Setiap daerah otonomi di Indonesia dan masyarakatnya harus diuntungkan saat MA terbentuk kelak. Persaingan ekonomi antar generasi Y se-ASEAN akan dimulai dan akan berlangsung hingga setengah abad ke depan. Sebelum generasi Z mengambil alih kepemimpinan generasi Y pada abad berikutnya, maka belumlah terlambat bagi pemerintah Indonesia dan seluruh elemen masyarakat agar mau berpartisipasi dalam proyek ambisius ini. Pendidikan berbasis moral, budaya dan teknologi di Indonesia adalah kunci untuk mengintegrasikannya. Siapa tahu media sosial ASEAN-Chat, ASEAN-Idol, dan Festival Film ASEAN akan lebih semarak dari SEA GAMES dimasa mendatang.
Sekali lagi, kita tidak perlu bertanya sudah siapkah kita?
Jawabnya harus siap! Mau tidak mau, suka atau tidak suka.
Inilah keputusan dari level negara yang diturunkan pada level masyarakat.
Demikian opini penulis.

 

Sumber gambar: thediplomat.com

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline