Setelah beberapa hari belakangan ini terjadi polemik isu kenaikan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang meresahkan calon mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri, bahkan beberapa calon mahasiswa baru harus mengurung niatnya mendaftarkan diri di perguruan tinggi favorit. Isu kenaikan biaya UKT semakin menyulitkan bagi generasi muda gen Z dalam melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Berbagai elemen mahasiswa perguruan tinggi di Indonesia resah dan gelisah atas beredarkan rencana kenaikan biaya kuliah, mulai para mahasiswa dan pemerhati pendidikan speak up di berbagai platform media sosial dengan mengoreksi rencana kebijakan tersebut.
Pagi ini Selasa, 28 Mei 2024 saya membaca berita menggembirakan yang beredar di berbagai media online terkait respon Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim menyatakan bahwa "resmi membatalkan kenaikan UKT 2024 dan akan mereevaluasi semua permintaan peningkatan UKT dari PTN". Kebijakan ini dilakukan dengan pertimbangan biaya kenaikan UKT calon mahasiswa baru mencemaskan. Harapan Nadiem Makarim PTN perlu merangkul calon mahasiswa baru yang belum mendaftar ulang atau mengundurkan diri akibat isu UKT yang tinggi.
Rasa gembira tentunya menghinggapi hati yang selama ini galau oleh isu UKT karena harapan generasi muda masuk di perguruan tinggi favoritnya masih terbuka lebar, disisi lain pendapat dari Prabowo Subianto sebagai calon Presiden pemenang Pemilu 2024 berpandangan bahwa seharusnya negara bukan hanya meringankan biaya perguruan tinggi, bahkan kalau bisa menggratiskannya karena biaya pendidikan itu adalah tanggungjawab negara.
Pandangan ini adalah harapan semua pihak, akan tetapi memunculkan pertanyaan baru apakah dimasa pemerintahan mendatang, Prabowo akan berani menggratiskan biaya perguruan tinggi negeri? nampaknya fenomena biaya pendidikan mahal akan menjadi tugas berat bagi Prabowo karena Indonesia bukan hanya menghadapi masalah anggaran pendidikan, tetapi semua sektor membutuhkan perhatian khusus dalam upaya penganggaran berbagai macam program lintas Kementerian.
Jawaban yang sering diutarakan oleh Prabowo dalam menangani masalah keuangan negara adalah mencegah kebocoran-kebocoran anggaran akibat dari keuntungan pengelolaan sumber daya alam kebanyakan lari ke kantong-kantong korporat, mafia, bahkan sampai luar negeri sementara negara Indonesia hanya mendapatkan sedikit saja untungan atas pengelolaan SDA.
Hal ini sesuai dengan pendapat dari Prof. Mahfud. MD mengatakan "kasus yang saya tangani empat tahun terakhir (di Kemenkopolhukam saja) menyangkut korupsi dan pencucian uang (senilai) Rp.700-an triliun. Teori apapun yang anda pakai, kalau tidak mampu memberantas korupsi atau sekurang-kurangnya menghentikan korupsi dari waktu ke waktu, pertumbuhan ekonomi tidak akan pernah maksimal".(Kompas.com-22/12/2023,18:33 WIB).
Memberantas korupsi di bebagai sektor bukanlah pekerjaan mudah apalagi orang-orang di Kementerian boleh jadi bermain dua kaki, satu sisi menjadi Pemerintah disisi lain bermain dalam kerjasama korupsi untuk memperkaya diri dan golongannya. Memang berkata-kata itu mudah diucapkan tetapi saat praktek tidaklah seringan menggerakan lidah tak bertulang. Dibutuhkan komitmen kuat dan kerja keras Presiden beserta jajarannya dalam upaya menangani kebocoran anggaran negara, sekaligus merealisasikan janji yang selama ini dilontarkan bahwa akan mewujudkan gratis biaya pendidikan.
Sejatinya pendidikan merupakan hak warga negara, maka negara mempunyai kewajiban untuk memastikan pemenuhan hak-hak warga negara dengan mendistribusikannya secara adil dan merata bagi semua kalangan agar tercapai tujuan negara yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H