Gratifikasi negatif dan positif?
Mendadak muncul kerut dahi saat mencari definisi gratifikasi di KBBI. Selain didapat pemberian yang diberikan karena layanan atau manfaat yang diperoleh sebagai definisi gratifikasi, pun didapat ada gabungan kata gratifikasi negatif dan gratifikasi positif.
Gratifikasi negatif didefinisikan pemberian yang dilakukan dengan tujuan pamrih. Sedangkan gratifikasi positif didefinisikan pemberian yang dilakukan dengan niat tulus sebagai tanda kasih, tanpa mengharapkan balasan apa pun.
Bila kaitannya dengan layanan publik, gratifikasi berdasarkan KBBI dapat diartikan bahwa gratifikasi adalah sesuatu (uang, benda, fasilitas, janji, dan lainnya) yang diberikan oleh pengguna layanan publik kepada pemberi layanan publik atau dalam hal ini pejabat publik.
Isi kepala agak berontak saat melihat definisi gratifikasi positif. Niat tulus sebagai tanda kasih, tanpa mengharapkan balasan apa pun?
Berdasarkan pengalaman sebagai pejabat publik yang melayani pengguna layanan publik yang berulang kali membutuhkan layanan, sangat meragukan pengguna layanan memberi gratifikasi kepada pejabat publik tanpa ada harapan balasan apa pun di kemudian hari.
Setidaknya, lewat gratifikasi yang diberikan, pengguna layanan publik berharap dapat membina hubungan baik secara personal dengan pejabat publik. Dengan begitu, pengguna layanan publik berharap mendapatkan prioritas layanan, atau bahkan "kebijakan" di saat ada masalah dengan syarat layanan atau lainnya.
Jadi gratifikasi terkait jabatan berpotensi jadi korupsi?
Bukan hanya berpotensi korupsi, melainkan gratifikasi terkait jabatan memang masuk dalam tindak pidana korupsi.
Silakan kita cek dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.