Lepas adzan maghrib, malam Idul Adha 1442 H. Belum habis teh manis, mata tertuju pada status Whatsapp seorang kawan SMA.
Kawan seperjuangan tujuh hari, tujuh malam, melintasi tiga kabupaten, menapaki Gunung Ciremai, serta menikmati tamparan, pukulan, dan tendangan kakak kelas juga alumni demi sebuah syal merah pencinta alam.
Pada status Whatsapp kawan yang kemudian ternyata sama-sama berkarier di satu kementerian, tetapi beda direktorat jenderal tersebut terpampang foto durja dirinya sedang mengendarai sebuah pick up bermuatan dua ekor sapi dan bertuliskan,
"jangan2 kita sudah mulai terbiasa berlebaran ga kumpul keluarga....Selamat Hari Raya Idul Adha 1442 H."
Tertangkap getir yang sangat dari status Whatsapp tersebut.
Tak kuasa tahan gatal jemari memberi empati. Dua buah sticker dikirim, satu sticker bernada wejangan, "yang sabar ya", satu sticker lainnya berwejangan, "tetap semangat".
Jenuh mengungkit jeritan lewat beberapa tulisan yang sebelumnya telah tayang di saat banyak yang lebih getir ... namun, tak kunjung jera untuk caper.
Satu bait lirik lagu "Satu-Satu" Iwan Fals,
Satu-satu daun berguguran
Jatuh ke bumi dimakan usia
Tak terdengar tangis
Tak terdengar tawa
Redalah reda