Lihat ke Halaman Asli

Mabuk

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Setiap orang hakikatnya sedang mabuk:

Mabuk terhadap pilihan hidupnya. Ketika kita mencoba untuk memfokuskan diri pada pilihan yang kita yakini kebenarannya, pada pilihan yang kita yakini kemestiannya. Maka pada saat yang sama sebenarnya kita telah kehilangan fokus. Sebab, pada saat kita berusaha mencari pembenaran, argumentasi, dasar-dasar yang valid atas seluruh tindakan kita, maka pada saat yang sama, kita sedang membebaskan diri, membebaskan pikiran, membebaskan jiwa, membebaskan hati untuk menerawang bahkan jauh dari harapan kita sendiri. Tetapi keterbebasan itu lah hakikat dari berpikir, keterbebasan itu lah yang akan membuat kita, mengantarkan kita pada banyak kesimpulan-kesimpulan. Walaupun karena keterbebasan itu membuat kita mengambil kesimpulan yang jauh dari batasan yang telah kita buat. Dalam keadaan menerawang jauh itulah kita kemudian mendapati kita singgah di negeri-negeri asing yang sering menjadi dongeng pengantar tidur kita. Negeri yang tidak ada kesedihan, tidak ada tangis.. di setiap akhir cerita. Negeri yang kita bayangkan sebagai.. itulah akhir kita.. bahagia di akhir perjalanan.

Setiap orang hakikatnya sedang mabuk:

Mabuk terhadap mimpi dan khayalan masa depannya. Ketika kita terdampar di negeri-negeri asing, ketika kita mencari-cari semua jawaban, ketika kita mencari-cari sejuta pembenaran. Kita kemudian seringkali tersesat oleh baju yang di pakaikan orang untuk kita. Memalsu diri, memalsu jiwa, memalsu hati.. hanya sekedar untuk menyenangkan orang lain. Tetapi di mana hakikat kita? Di mana hakikat kita; aku dan kau, sebagai individu yang memiliki kesenangan, kebahagiaan dalam bentuknya sendiri? Apakah menyenangkan orang lain, lalu menisbikan kesenangan dan kebahagiaan pribadi adalah bentuk dari kebahagiaan? Kenapa kita harus terbelenggu pada kesenangan dan kebahagiaan orang lain? Bukankah kita merdeka untuk menjadi diri kita sendiri dalam bentuk dan gayanya sendiri? Alangkah menyedihkan, mereka yang terperangkap dalam tubuh dan jiwa yang bukan dirinya sendiri? Alangkah menyedihkan...

Setiap orang hakikatnya sedang mabuk:

Mabuk terhadap ketersesastan dirinya dalam tubuh yang bukan tubuhnya. Ketika akhirnya kesadaran datang.. hidup sudah jauh dari terlambat.. hidup sudah lagi berakhir.. hidup sudah tak memiliki koma lagi sebagai amunisi. Inilah titik itu akhirnya.. Ketika penyesalan itu datang, ketika akhir itu telah tiba. Dan dikapanilah kita dalam nisan yang di tatah dengan nama yang bukan kita, karena bukan tubuh kita yang berbaring di situ.. Hanya raga.. ya.. hanya raga dan penyesalannya.

Setiap orang sepertinya memang sedang mabuk:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline