Sepekan ini media massa memberitakan adanya pencurian gerbong kuno yang disimpan di emplacement Terminal Peti Kemas, Stasiun Jebres, Solo. Sudah bisa ditebak pelakunya adalah pegawai PT KA sendiri, dia menjabat sebagai Kepala Depo Kereta (KDK), Solo. Adalah Masyarakat Advokasi Warisan Budaya (MADYA) yang telah mengungkap kasus yang menjelekkan nama perkeretaapian Indonesia ini. Gerbong kuno yang dicuri tersebut merupakan gerbong CR yang dulunya tidak hanya digunakan untuk mengangkut barang tapi juga penumpang. Gerbong itu dipergunakan pada awal abad ke-20 dan diproduksi tahun 1893. Dengan demikian usianya telah mencapai lebih dari 100 tahun. Pada hari Rabu (14/3) saya bersama Koordinator MADYA, Jhohannes Marbun, dan teman-teman wartawan menemui Kepala Stasiun Jebres, Heru Hartanto. Menurut Pak Heru, selama ini beliau sudah berusaha semaksimal mungkin mengamankan gerbong kereta itu. Dua gerbong itu memang sudah ada di sana sebelum beliau menjabat sebagai Kepala Stasiun Jebres. Kondisinya memang sebelumnya tidak lengkap, diperkirakan hanya 20 persen saja keutuhannya. Beliau pun telah melakukan udaha preventif dengan mengunci daerah penyimpanan gerbong itu di emplacement peti kemas dan telah pula meminta orang untuk menunggui dan menjaga gerbong itu. Pada awalnya gerbong itu akan dibawa ke Ambarawa sebagai koleksi Museum Kereta di sana. Raibnya gerbong itu ketahuan saat beliau hendak melakukan dokumentasi sebelum dibawa ke Ambarawa. Penyelidikan internal dilakukan oleh PT KA melalui Comite Onderzoek (CO) dan kemudian dilaporkan ke pihak Polresta Solo. Kami hendak melihat pretelan-pretelan gerbong kuno yang katanya sudah dikembalikan sebagian, sayangnya pada waktu itu kami tidak ditemani oleh penyidik. Hari Sabtu (17/8), teman-teman MADYA kembali ke Solo. Pagi harinya, kami bertemu dengan teman-teman dari Komunitas Peduli Cagar Budaya Nusantara (KPCBN) di Balai Soedjatmoko. Kami memperbincangkan berbagai masalah cagar budaya dari gerbong kuno tersebut, masalah Benteng Vastenburg, Saripetojo, hingga masalah ex pabrik rokok sigaret, Faroka, yang akan dihancurkan (dengan seizin Pemkot Solo??) untuk dibangun hotel 30 lantai. KPCBN pun menyatakan perlunya kerjasama lebih lanjut dengan MADYA untuk mencegah dan mengawal kasus-kasus cagar budaya seprti pencurian dan pemretelean dua gerbong kuno ini. Perjalanan dilanjutkan ke Mapolresta Solo untuk menanyakan kembali kelanjutan kasus tersebut dan mencoba meminta izin untuk melihat barang bukti yang disimpan di gudang Terminal Peti Kemas, Stasiun Jebres, Solo. Kami pun meluncur ke Stasiun Jebres, ditemani seorang pejabat stasiun dan seorang penyidik Polresta Solo. Di sana kami dibukakan pintu gudang tempat penyimpanan sementara barang bukti pretelan gerbong kuno yang dijual ke penadah dengan harga hanya 10 juta rupiah! Berikut adalah foto pretelan gerbong kuno tersebut (dok pribadi) :
Menurut penyidik tersebut, hingga saat kami temui, polisi masih dalam tahap menanyai para saksi. Semoga saja proses penyidikan bisa berlangsung cepat, cermat serta tuntas hingga jaringan-jaringan yang bekerja di balik layar. Lagi-lagi ada pejabat yang menyalahgunakan wewanangnya untuk melancarkan kepentingan pribadinya menjual benda-benda cagar budaya. Besar kemungkinan pula ada jejaring-jejaring tertentu yang memanfaatkan posisi para pejabat itu untuk memuluskan kejahatan mereka. Kasus serupa pernah pula terjadi di Solo ketika wayang-wayang kuno zaman Pakubuwono X yang disimpan di Radya Pustaka ternyata telah raib dijual oleh kepala Museumnya sendiri. Mungkin dalam pikiran mereka cagar budaya tidak ada artinya, daripada tidak dipergunakan mending dijual kepada kolektor-kolektor. Atau mungkin pula ada alasan sosial ekonomi, gaji mereka sebagai seorang pejabat tidak dapat mencukupi kehidupan sehari-hari keluarganya. Apapun alasannya tentu itu bukan suatu justifikasi untuk kemudian merusak dan menjual benda-benda cagar budaya tersebut. Cagar budaya penting untuk identifikasi dan penguatan jati diri bangsa. Kita berdiri sekarang ini tentunya tak lepas dari peran sejarah para pendahulu-pendahulu kita dalam berbagai aspek kehidupan. Gebrong kuno itu harusnya menjadi penanda dan pengingat zaman-zaman keemasan perkeretaapian dan kegiatan perekonomian Hindia Belanda pada umumnya dan Solo pada khususnya. Divisi Heritage PT KA hendaknya melakukan pengawasan yang lebih komprehensif. Stasiun Jebres berada di bawah DAOPS VI Yogyakarta. Namun, selama ini, gerbong cagar budaya itu terkesan hanya "numpang dititipkan" ke Stasiun Jebres Solo. Kepala Stasiun Jebres pun saya kira tidak serta merta patut disalahkan karena tugasnya adalah dalam hal operasional kereta api di stasiunnya, sementara cagar budaya berada dalam kewenangan dan tanggung jawab Divisi Heritage. Dunia perkeretaapian Indonesia telah mengalami berbagai zaman kemajuan dan keemasan. Akan sangat disayangkan sekali bila harta karun sejarah itu mesti terhapus begitu saja karena keserakahan dan ketidakpedulian oknum-oknum tertentu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H