Lihat ke Halaman Asli

Gedung Baru, DPR dan Sifat Mau Menang Sendiri

Diperbarui: 26 Juni 2015   07:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1301627094678529120

[caption id="attachment_99408" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi-Gd. Baru DPR RI/Admin (tribunnews.com)"][/caption]

Tampaknya ujung tombak pembangunan Gedung DPR, pak Marzuki Alie tidak peduliprotes masyarakat terhadap rencana pembangunan gedung mewah DPR, akan tetapi begitu ada fraksi yang menyatakan penolakannya, Marzuki memberikan reaksi keras. Ini mungkin disebabkan penolakan dari fraksi bisa berujung kepada pembatalan pembangunan gedung sementara penolakan dari masyarakat atau rakyat tidak akan berarti apa-apa sehingga tidak perlu ditanggapi atau dengan kata lain”anjing menggonggong kafilah lalu.”

Anjing menggonggong kafilah lalu, itulah nasib suara-suara masyarakat selama ini ketikamenyikapi keinginan-keinginan liar dari anggota DPR yang lebih memperjuangkan nasib mereka serta partainya ketimbang nasib rakyat yang diwakilinya.

Dalam hal pembangunan gedung mewah DPR ini, mungkin rakyat sudah kehabisan kata-kata untuk meneriakkan kepada wakil mereka agar jangan dulu membangun gedung yang biayanya begitu mahal, fokuslah kepada usaha memperbaiki nasib rakyat yang masih banyakhidupdi bawah garis kemiskinan. Banyak yang bertanya-tanya mengapa begitu ngotot membangun gedung? Pertanyaan itu terutama ditujukan kepada Marzuki Alie sebab beliau inilah yang nampaknya paling ngotot memperjuangkan gedung baru. Banyak yang menduga bahwa Marzuki mendapat dukungan penuh dari pak SBY sehingga kalau dilihat ekspressinya setiap memberikan keterangan soal gedung baru menyikapi protes masyarakat, tidak tergambar ada opsi langkah mundur.

Dugaan itu semakin mendekati kebenaran ketika pak JK, orang yang dulunya paling dekat dengan SBY ketika ditanya soal pembangunan Gedung mengatakan bahwa yang bisa menghentikan rencana pembangunan gedung ituhanya SBY dan Ical, dua orang paling kuat di Indonesia.Tapi sebagaimana biasa, orang tidak bisa berharap akan ada suatu keputusan yang melegakan dari Presiden.

Sulit memahami jalan fikiran para pemimpin kita yang kalau sudah ada maunya tidak segan-segan melabrak aturan maupun etika,

Walaupun sudah diingatkan bahwa banyak masalah yang akan muncul apabila gedung itu tetap dilanjutkan, misalnya; soal disain gedung yang  tidak disayembarakan, ujug-ujug sudah jadi dengan biaya 14 M; soal disain gedung yang mirip dengan gedung DPR Chilie, keduanya berpotensi mendapat gugatan. lagi pula, konon uang yang sudah dikeluarkan juga tidak jelas  pertanggung jawabannya.

Tapi yang paling dikhuatirkan adalah gedung yang diharapkan akan menjadi monument kebanggan bisa berakibat sebaliknya, menjadi monument keangkuhan. Lambang keangkuhan anggota DPR yang tidak memperhatikan suara rakyatnya. Maka, dikemudian hari, ketika memandang gedung yang menjulang tinggi itu, dengan sinis rakyat akan berkata; ”Itulah tempat bersemayam wakil rakyat yang tidak peduli kepada nasib rakyat.”

Sungguh malang nasib rakyat Indonesia karena wakil rakyatnya bekerja dengan prinsip menang-menangan, mau menang sendiri. Sifat mau menang sendiri nampaknya sudah melekat pada anggota DPR. Kalau sudah punya mau, maka mereka akan perjuangankan maunya itu tanpa menoleh kiri-kanan. Misalnya; mereka ingin agar anggota parpol bisa masuk KPU, lalu mereka berjuang habis-habisan, dan ketika diingatkan bahawa UUD-45 telah mengamanatkan bahwa anggota KPU bersifat independen, semua peringatan mereka abaikan. Lalu ketika adaaspirasi rakyat agar pemilu Presiden dapat diikuti calon perorangan, dengan serta merta mereka tolak sambil menunjuk UUD-45 bahwa Capres hanya dicalonkan oleh Parpol. Denganpenuh hidmat mereka mengatakan bahwa kita harus taat sepenuhnya kepada UUD-45.

Aapabila sifat mau menag sendiri tetap bersemayam di dada, maka usaha mensejahterakan rakyat yang seharusnya menjadi prioritas utama menjadi terhambat karena kalah dengan kemauan anggota DPR yang lebih focus memperjuangkan kesejahteraan mereka dan Parpol.

Di bawah kepemimpinan yang tidak tegas,  sifat menang menangan tumbuh dengan subur.

Jadi, dikemuidian hari, marilah kita memilih pemimpin yang tegas, adil dan jujur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline