Pindahnya Ibu Kota Indonesia dan Kekhawatiran Terhadap Persoalan Korupsi
OLEH: D. Prasetya
Pindahnya Ibu Kota Indonesia ke Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur telah menjadi topik perdebatan yang hangat dalam masyarakat. Sementara pemerintah menyatakan bahwa perpindahan ini bertujuan untuk mendistribusikan pusat pemerintahan dan mengurangi kepadatan di Jakarta, banyak pihak yang khawatir bahwa pemindahan ini justru akan menciptakan celah bagi praktik-praktik korupsi yang lebih luas. Salah satu kekhawatiran utama adalah bahwa IKN akan menjadi tempat "ngumpet" bagi para pejabat yang korup, di mana mereka bisa menjauh dari sorotan rakyat yang ingin mengawasi dan mendemo mereka. Dalam konteks ini, penting untuk mempertimbangkan apakah sebaiknya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tetap berada di Jakarta untuk menjaga pengawasan terhadap kekuasaan.
Salah satu argumen yang sering diajukan adalah bahwa dengan berpindahnya pusat pemerintahan ke IKN, jarak antara rakyat dan para pejabat akan semakin jauh. Di Jakarta, pusat kegiatan politik dan pemerintahan berada dalam satu lokasi yang relatif mudah dijangkau oleh warga. Namun, dengan berpindahnya IKN, para pejabat dapat dengan mudah menghindari interaksi langsung dengan masyarakat, mengurangi akuntabilitas mereka. Para demonstran yang ingin menyuarakan pendapat mereka mungkin akan menghadapi kesulitan untuk mencapai IKN, yang dapat menyebabkan suara rakyat terabaikan. Hal ini berpotensi menciptakan lingkungan di mana praktik korupsi dapat berkembang tanpa pengawasan yang ketat.
Korupsi merupakan salah satu masalah paling serius yang dihadapi Indonesia. Berbagai studi menunjukkan bahwa korupsi tidak hanya merugikan perekonomian, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintah. Ketika pejabat merasa terasing dari rakyat dan tidak lagi berada di bawah sorotan publik, mereka mungkin tergoda untuk terlibat dalam tindakan yang tidak etis. Dengan pemindahan IKN, ada risiko bahwa pejabat-pejabat tersebut akan merasa lebih aman untuk melakukan praktik-praktik korupsi, karena mereka tidak lagi berada di pusat perhatian rakyat.
Dalam konteks ini, peran DPR menjadi sangat penting. Sebagai lembaga yang bertugas untuk mewakili suara rakyat, DPR harus tetap berada di Jakarta untuk memastikan bahwa mereka dapat terus berinteraksi dengan masyarakat. Dengan tetap berada di Jakarta, DPR dapat lebih mudah mengawasi dan mengontrol kekuasaan eksekutif. Mereka dapat mengadakan pertemuan dengan konstituen, mendengarkan keluhan, serta menyuarakan aspirasi rakyat secara langsung. Hal ini akan sangat penting dalam mencegah arogansi kekuasaan yang sering kali muncul ketika pejabat merasa terpisah dari rakyat.
Selain itu, keberadaan DPR di Jakarta juga akan membantu menjaga transparansi dalam pemerintahan. Ketika DPR berfungsi sebagai pengawas yang aktif, mereka dapat memberikan tekanan kepada pejabat eksekutif untuk bertindak dengan integritas. Masyarakat akan lebih mudah mengakses informasi tentang kebijakan dan keputusan yang diambil oleh pemerintah, serta memiliki saluran untuk menyuarakan pendapat mereka. Dengan demikian, kontrol sosial yang efektif dapat terwujud, yang pada gilirannya dapat mencegah praktik korupsi.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pemindahan IKN memiliki tujuan strategis dalam konteks pembangunan daerah dan pengurangan beban Jakarta. Namun, tanpa pengawasan yang ketat, tujuan tersebut dapat terancam oleh praktik-praktik korupsi. Oleh karena itu, sangat penting untuk mempertimbangkan kembali keputusan mengenai lokasi DPR. Jika DPR tetap berada di Jakarta, mereka dapat menjalankan fungsi pengawasan dan representasi dengan lebih baik, serta memastikan bahwa suara rakyat tetap didengar.
Pada akhirnya, solusi untuk masalah ini tidak hanya terletak pada lokasi fisik para pejabat, tetapi juga pada bagaimana sistem pemerintahan diorganisasikan dan dijalankan. Diperlukan komitmen yang kuat dari semua pihak untuk menciptakan lingkungan yang transparan dan akuntabel. Dengan demikian, meskipun IKN menjadi pusat pemerintahan yang baru, pengawasan terhadap kekuasaan harus tetap diutamakan. DPR yang tetap berada di Jakarta akan menjadi langkah strategis untuk menghindari potensi penyalahgunaan kekuasaan dan memastikan bahwa suara rakyat tetap menjadi prioritas dalam setiap kebijakan yang diambil.
Sebagai kesimpulan, pemindahan Ibu Kota Indonesia ke IKN harus dilihat sebagai kesempatan untuk memperbaiki sistem pemerintahan, bukan justru menciptakan celah bagi korupsi. Dengan menjaga DPR di Jakarta, kita dapat memastikan bahwa pengawasan terhadap kekuasaan tetap terjaga, dan suara rakyat tidak akan pernah terabaikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H